Tak ada Padang Ilalang di Belakang Rumahku

ditulis oleh: LJ

Yang ada hanyalah batang labu siam yang merambat menutupi hampir semua pagar pembatas dengan kampung ujung. Ada sungai kecil pemisah. Dahulu sekali, aku menyeberang hati-hati melewati lima batang bambu yang melintang di atasnya. Licin, apalagi setelah hujan.

Sekarang sungai itu bertambah kurus. Rasanya dengan sekali lompat sampailah aku di seberang. Namun tak pernah kulakukan, karena aku tak pintar melompat.

Kampung yang berada di seberang sungai itu disebut kampung ujung. Warganya pun kami sebut ‘orang ujung’. Surau mereka, kami sebut ‘surau ujung’. Ladang nenekku yang berada di sana kami sebut ‘parak ujung’ di sana ada sedikit tanaman wortel dan buncis.

Sedangkan rumah kami berada di kampung tengah. Jadi aku adalah ‘orang tengah’. surau di sebelah rumahku disebut surau tangah. Sudah lama diberi nama mushalla Darul Wustha, namun tetap saja disebut surau tangah. Wustha itu artinya memang pertengahan.

Tak mungkin ada padang ilalang di belakang rumahku. Karena semuanya dipakai untuk sawah, tempat tinggal, ruko-ruko perdagangan dan sisa sedikit ladang. Dahulu sampai usiaku belasan tahun semua ladang masih berisi batang pisang dan rumpun bambu, itulah mengapa kampung kami disebut kampung Aur Kuning [Bambu = Aur]. Sekarang tak ada lagi, karena ladang sudah menjelma ruko ruko bertingkat. Entahlah, apakah ladang nenekku sebentar lagi juga hilang dari pandangan.

Bukittinggi, tanah disini mahal sungguh. Sehingga orang senang menjual sawahnya, lalu menjelmalah toko-toko besar itu. sekarang sulit bagiku memandang langsung ke arah Marapi, harus pergi dulu ke kamar atas agar bisa kulihat gunung dan sawah yang tersisa.

Aku hanya ingin memberitahumu bahwa di kebun belakang rumahku ada labu siam yang rimbun sekali. dan semua dipersilahkan mengambilnya, jika tak punya sayur untuk makan siang nanti.

Hanya itu saja, tak hendak bersedih melihat toko-toko tinggi besar itu. Semua orang memang perlu uang, tak mengapa.

(Bukittinggi, 21 mei 2009)

ps. Tahun 2022 kebun nenekku akhirnya menjadi ruko juga. Rimbunan semak labu siam di pagar pembatas sudah tak ada. Dan aku merantau, tidak lagi menjadi warga kampung tengah.

Leave a comment