Rasa-Rasa dan Tradisi Kuliner Pulau

Oleh Amanda Katili Niode, Ph.D.

Dengan mendalami makanan dan minuman sebagai sumber identitas pulau, kita bisa lebih menghargai bagaimana budaya, sejarah, dan tradisi dijalin melalui setiap suapan yang kita nikmati.

Indonesia merupakan mozaik dari ribuan pulau, dan setiap pulau memiliki karakteristik keragaman kuliner yang mencerminkan kekayaan budaya, sejarah, tradisi, serta narasi yang berbeda.  Makanan bukan sekadar konsumsi fisik; makanan adalah bagian dari perayaan, ritual keagamaan, dan kegiatan sosial yang mengikat masyarakat. 

Merayakan World Food Travel Day yang jatuh setiap 18 April, sebuah Instagram Live diadakan dengan judul “Rasa-Rasa Pulau-Pulau: Tradisi Kuliner Nusantara” yang diselenggarakan oleh Omar Niode Foundation, Climate Reality Indonesia, dan Nusa Indonesian Gastronomy Foundation. 

Meilati Batubara, salah satu nara sumber, Direktur Eksekutif Nusa Indonesian Gastronomy Foundation bersama Chef Ragil Imam Wibowo dan Tim Pusaka Rasa Nusantara berkeliling Indonesia dari tahun 2021-2023 untuk mendokumentasikan budaya kuliner. 

Ekspedisi yang dibiayai oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat ini mencoba menyelamatkan resep-resep tradisional Indonesia karena ibu-ibu tidak mencatat resep, sementara anak-anak mereka sudah tidak mau tahu lagi tentang resep–resep.   

Walaupun awalnya dokumentasi ekspedisi ini untuk resep tradisional, ternyata banyak temuan tentang budaya kuliner Indonesia di berbagai pulau. 

Di Kaimana, Papua Barat dengan wilayah perairan yang berhadapan langsung dengan Laut Arafura, ada cara unik memasak labu. Dibantu oleh jungle chef Papua, Charles Toto, Meilati mengamati labu yang dimasak dengan heat transfer. Menggunakan rotan sepanjang empat meter, satu ujung ditancapkan ke dalam labu, dan ujung satunya dibakar. Di berbagai pulau banyak teknik memasak yang sangat atraktif, dan ada  di daerah lain di Indonesia, sehingga potensinya besar untuk menarik wisatawan.

Hanna Astaranti, narasumber lainnya, seorang food traveler yang dengan cermat selalu mempersiapkan data-data destinasi kuliner dengan riset dua bulan sebelumnya. Ia mencari informasi tentang makanan khas daerah tujuan dan mencatatnya beserta lokasinya. Ini memungkinkannya merencanakan kunjungan ke empat atau lima tempat makan dalam sehari. Hanna selalu ingin memahami karakteristik unik dari setiap lokasi dan ingin tahu tentang apa yang membedakan makanan di satu tempat dari tempat lain.

Hanna menggugah peserta Instagram Live untuk memahami dari mana makanan yang dimakan, siapa yang menanam, dan berapa lama makanan itu tumbuh? Ini dipelajarinya di Desa Wintaos, Gunung Kidul,  bersama Sekolah Pagesangan dalam program Food Soverignty as a Solution to the Climate Crisis. Peserta berjalan ke ladang, bukan untuk mengejar ladangnya, tetapi berusaha mengenali berbagai macam bahan makanan yang bisa dimanfaatkan. Ini menyadarkan peserta tentang sumber makanan itu sendiri, sehingga konsumen bisa lebih merasa mindful dan juga merupakan spiritual awakening dari sisi pangan.

Alishia Maitsaa, juga narasumber pada Instagram Live, memperoleh gelar Master of Gastronomy dari University of Gastronomic Sciences – Pollenzo, Italia. Ia tidak hanya belajar tentang makanan ketika sudah di atas piring, melainkan juga tentang sejarah, ciri khas makanan, asal muasal keluarga yang memproduksi, bahkan sampai sudah menjadi limbah, bagaimana cara memprosesnya.

Pegiat kuliner di Italia mendokumentasikan ke mana saja makanan mereka pergi, karena tidak hanya manusia saja yang berwisata,  tetapi makanan juga. Misalnya, tomat bukan sebuah tumbuhan asal Eropa, tetapi mengapa saos tomat menjadi salah satu makanan khas di Italia seperti untuk pizza, pasta, dan lasagna? Negara itu juga sangat kuat  dalam penamaan produk tertentu yang dapat dilindungi secara hukum. Contohnya, keju parmesan bernama parmigiano-reggiano adalah keju keras dari Italia yang dibuat dari susu sapi tidak dipasteurisasi di daerah Emilia-Romagna dan Lombardia. Keju ini memiliki rasa yang kaya, dantekstur yang mengandung kristal renyah. Parmigiano-Reggiano dilindungi status Protected Designation of Origin (PDO), memastikan hanya keju yang dibuat secara tradisional di wilayah tertentu yang boleh menggunakan nama tersebut. 

Di Indonesia, makanan adalah jendela ke dalam jiwa masyarakatnya, menawarkan lebih dari sekadar rasa tetapi juga pengalaman imersif ke dalam keragaman dan kekayaan budaya yang membuat Indonesia unik. Dengan mendalami makanan dan minuman sebagai sumber identitas pulau, kita bisa lebih menghargai bagaimana budaya, sejarah, dan tradisi dijalin melalui setiap suapan yang kita nikmati.

Leave a comment