Sungai Pingai

*tulisan tahun 2012

Penasaran, gegara saya setiap hari melewati sekelompok pertokoan yang nama-namanya berakhiran Pingai, di antaranya Putra Pingai dan Sidi Pingai. Menilik dari nama toko yang seperti itu, berkemungkinan pemiliknya berasal dari sebuah kampung bernama Pingai.

Berikutnya saya mulai mencari tahu, di manakah negeri Pingai tersebut..? hasil penelusuran akhirnya saya  menemukan jorong/dusun bernama Sungai Pingai. Dusun Sungai Pingai berada di dalam Nagari III Koto Aur Malintang Selatan, kec. IV Koto Aur Malintang, kab. Padang Pariaman.

Panorama Bukik Sabagai, Sungai Pingai
III Koto Aur Malintang Selatan

Dusun ini tidak begitu dikenal orang banyak dan saya tidak tahu persis di mana letaknya. Beruntung karena ada seorang wartawan bernama Bapak Armen Zulkarnain yang cukup rajin menghadirkan foto-foto keindahan alam di Pariaman,  berikut beberapa bidikan keindahan nagari Koto Aur Malintang.

 

 

Di ranah minang lazim penggunaan kata sungai untuk sebuah nama kampung, seperti Sungai Tarab, Sungai Tanang dan Sungai Janiah. Biasanya kampung tersebut memang dilalui oleh sungai, tapi dengan nama sungai yang tidak sama #blibet.

Contohnya daerah Sungai Tarab, di sana ada sungai dan mata air yang mengalir bernama Bulakan, sedangkan sungai yang bernama Tarab justru tidak ada. Nama sungai biasanya diawali dengan kata Batang, seperti Batang Sianok, Batang Agam, Batang Anai.

Begitu juga adanya dengan dusun Sungai Pingai ini, tidak ada sungai yang bernama Pingai. Di kampung Koto Aur Malintang tersebut terdapat sebuah batang air yang mempunyai lubuk larangan. Kemungkinan nama batang airnya adalah Batang Alahan yang airnya berasal dari Batang Antokan *cmiiw.

 

 

Menarik sekali lubuk larangan yang terdapat di kampung ini, tidak seperti di kampung lain yang ikannya dianggap sakti dan terlarang untuk dikonsumsi. Di sini justru ikannya rutin dipanen sekali setahun, hasilnya digunakan untuk membantu pembangunan sederhana di kampung.

 

Betapa menyenangkan jika saya bisa melihat langsung  pemanenan ikan di lubuk larangan tersebut. Di Bukittinggi sudah tidak ada batang air yang punya lubuk seperti ini. Sudah gemas dengan kenyataan makin menciutnya ukuran batang air di Bukittinggi dan keruhnya air yang mengalir.

Serasa mimpi melihat pemandangan di atas, betapa meriahnya kegiatan memanen ikan khas lubuk tersebut, antara lain : ikan leman, raya, baung, gariang, nila dan ikan panjang.  Jadi kepikiran kelak bagaimana anak cucu bakal mengerti makna peribahasa “Lain Lubuk Lain Ikannya..”  karena lubuknya saja kita sudah tidak punya.

Padahal jika sungai dijaga, ikan berkembang biak di lubuk, yang beruntung kita juga. Selain untuk menjaga kelestarian sungai, juga bisa menopang perekonomian di kampung. 

sumber foto: Armen Zulkarnain

Leave a comment