Sekeloa: Fakultas Kelebihan Gadis

Kampung kecil itu bernama Sekeloa [Seke = mata air, Loa = pohon Loa] mungkin karena banyak pohon Loa, berada di kawasan Dipati Ukur Bandung. Melewati jalan sempit agak mendaki karena memang Sekeloa merupakan kesatuan dengan daerah Dago yang merupakan perbukitan. Di bagian dalam kampung itu terdapatlah sebuah kampus yang penuh kenangan indah untukku. Kampus yang sudah melewati usia 50 tahun, november lalu. Tempat menuntut ilmu yang Alhamdulillah dengan mudah kumasuki tapi ternyata susah payah untuk membebaskan diri dari sana [sehubungan dengan hobby-ku mengambil cuti kuliah, resmi ataupun tidak.. kampus wkt itu serasa penjara ]

Pemandangan yang lazim terlihat mulai dari depan jalan masuk kampung Sekeloa adalah segerombolan gadis yang menggunakan rok panjang. Peraturan yang berlaku untuk menggunakan rok, demi keleluasaan bergerak kebanyakan kami memilih model rok yang agak panjang menutupi betis [waktu itu aku belum berhijab] dan berpotongan lebar sehingga memudahkan bila harus berlari mengejar seminar yang selalu dimulai pagi sekali.

Ciri khas lain mahasiswi FKG adalah menjinjing perangkat semacam tas perkakas seperti yang dibawa oleh tukang listrik atau montir di bengkel, hanya saja ukurannya lebih kecil. Tas perkakas ini biasanya dibawa pulang atau kadang-kadang ditinggalkan di dalam loker di kampus.

Mengapa FKG mudah dikenali dari mahasiswinya? karena sesuai judul FKG adalah Fakultas Kelebihan Gadis. Seingatku jumlah total angkatanku saat pertama kali adalah sekitar 120 mahasiswa, 13 orang diantaranya adalah laki-laki. Setelah melewati semester kedua sekitar 3 orang dari pria itu melarikan diri ke ITB dan ITS [Djuned, Ipung dan satunya lagi aku lupa..]. Aku termasuk yang menghadap Dosen Wali-ku untuk ikut melarikan diri di akhir semester ke-dua itu. Tapi Ibu Chitra Badudu yang tercinta [beliau putri Bpk. Yus Badudu, idolaku] bersikeras tidak mengizinkan aku. Membujuk bahwa sebenarnya aku bisa, asalkan aku mau untuk mulai mencintai pelajaran anatomi gigi geligi yang paling aku benci itu.

Entahlah ramalan apa yang beliau gunakan, bahwa pada akhirnya nasibku tetap akan berakhir sebagai dokter gigi. Sementara satu persatu teman dekatku mengundurkan diri. Menikmati bentuk kehidupan yang lain di luar sana, sebuah kemewahan yang sangat aku dambakan saat itu.

Kembali tentang perbandingan yang tak seimbang ini, sangat tak memungkinkan bagiku meminta tolong ini dan itu pada para pria yang hanya sedikit tersebut. Harus berusaha mengerjakan sendiri berbagai pekerjaan lab yang menurutku butuh tenaga laki-laki. Memang sudah hukum alamnya begitu, bila anda adalah gadis yang tidak cantik, yang suka maen tendang dan tak bisa bicara manis, maka berusahalah mengerjakan semuanya sendiri. Berbeda dengan Andari yang manis dan lembut itu, semua pria dari segala angkatan akan menyerahkan diri untuk membantunya. Andari adalah sahabat yang sangat banyak membantuku, terutama meminjamkan peralatan mahal yang aku tidak mampu membelinya [terimakasih bintangku, telah menyapaku di Lapangan Parkir Utara itu ]

Setelah sekian lama aku bertemu lagi dengan Ibu Chitra, dan beliau tertawa karena tebakannya benar bahwa aku bisa melewati semuanya. Alhamdulillah..

Masa-masa itu adalah hari-hari penuh tawa dan kekocakan dalam hidupku.  Di kemudian hari aku menyadari bahwa ternyata yang membuat aku bertahan di kampus melalui segala macam kesulitan adalah berkat kehadiran para sahabat yang menyenangkan [nanti aku ceritakan tentang genk fosil tercinta]

Gedung Eyckman RSHS untuk fku dan fkg, karena sesuatu hal aku tak bisa pasang foto lama kami di kampus Sekeloa yang penuh tampang culun itu. [Andari, aku sudah pesan tolong foto Sekeloa yang baru, ok!]

[Akhirnya mendapatkan foto ini] Di tangga itu kami sering duduk bila sedang tak ada pekerjaan. Disitulah rok panjang berfungsi, karena jika menggunakan rok pendek dan duduk dengan cara yang kurang indah, maka dijamin Prof. Bergman akan menyentil telinga kami saat melewati tangga itu. Aku pernah kena sentil ngga ya?

Leave a comment