
Judul buku : Isyarat-isyarat Cinta
Penulis : Jean Ferris
Penerbit : Kaifa Mizan (2003-an)
Buku yang terbit sekitar tahun 2002/2003 ini meraih penghargaan sebagai ALA Best Book For Young Adults. Pantas rasanya jika buku ini meraih pernghargaan seperti itu karena cerita yang ada tak hanya menarik dan bagus untuk diikuti, tetapi juga memberi banyak pelajaran. Bagi beberapa orang yang kenal denganku mungkin akan sedikit terkekeh ketika melihatku membaca, menenteng atau memajangnya di rak buku. Tapi biarlah, toh memang judulnya saja cukup untuk membuat tertawa kecil jika lelaki membacanya. Tapi kesampingkan itu cerita lama, kini kita langsung kupas tuntas bukunya.
Ceritanya berpusat pada sepasang remaja tanggung yang bisa dibilang normal seperti remaja lainnya namun juga bisa dikatakan luar biasa. Theo dan Ivy adalah remaja yang memiliki kemampuan untuk berbicara normal namun juga berbahasa isyarat. Mereka merupakan satu-satunya anggota keluarga yang tunarungu. Mereka berdua adalah penyambung lidah dan kehidupan bagi masing-masing keluarganya.
Theo yang menyayangi ayah dan adik-adiknya ternyata cukup untuk dibuat kesal oleh ibunya. Sedangkan Ivy yang menjadi satu-satunya penerjemah ayahnya malah menikmati kelebihannya itu. Theo mengagumi Ivy di sekolah maupun di luar. Namun bahasa isyarat membuat Theo cukup enggan untuk mendekati gadis tersebut. Sampai satu ketika mereka akhirnya berkenalan dan menjalin hubungan cukup dekat.
Hubungan mereka bisa dibilang sebuah wahana “halilintar” yang bisa membuat dada bergejolak. Bagi mereka hubungan itu lebih dari sekedar hubungan normal lainnya. Ketika remaja lainnya hanya pergi jalan-jalan, ke mall, nonton atau melakukan hal lain yang lebih menyenangkan. Berbeda dengan Theo dan Ivy, mereka harus membina hubungan juga harus berbagi kesenangan dengan masing-masing keluarganya.
Konflik batin mulai terjadi ketika Palma (ibunya Theo) harus rela berjuang sendirian untuk keluarganya setelah ayahnya Theo meninggal. Berat bagi Theo yang ketika itu hendak memutuskan untuk pergi melanjutkan kuliahnya karena harus memperjuangkan keluarganya. Belum lagi hubungannya dengan Ivy yang selalu mendorong Theo untuk maju mengejar cita-citanya. Keputusan yang sungguh berat untuk Theo mengingat Palma begitu bergantung padanya. Tapi dengan penuh keteguhan dan keteduhan, Ivy terus membujuk Theo untuk tidak melupakan mimpinya semata.
Di tengah keterbatasan dan keluarbiasaan lingkungan mereka, Theo dan Ivy mampu membagi kasih sayang satu sama lain dengan keluarganya. Di tengah tekanan keluarga yang cukup membuat pikiran tersita, Theo masih bisa berusaha untuk menjadi orang normal dan meyakini cita-citanya.
source: http://pencarijejakkehidupan.blogspot.com/2011/07/apa-itu-isyarat-isyarat-cinta.html
review kedua:
Isyarat-isyarat Cinta (Of Sound Mind)
Jean Ferris
323 halaman
* * * *
Novel ini bercerita tentang kehidupan seorang anak laki-laki bernama Theo yang menjadi satu-satunya anggota keluarga dengan kemampuan mendengar dan berbicara di rumahnya. Ayah, Ibu dan Adik laki-lakinya adalah seorang tunarungu. Karena kondisi ini, Theo menguasai dua bahasa, bahasa inggris sebagai bahasa ibu dan bahasa isyarat.
Dapat dibayangkan betapa penting peran Theo di dalam keluarganya. Sebagai satu-satunya yang dapat berkomunikasi dengan mudah dengan kebanyakan orang luar yang tidak memahami bahasa isyarat, Theo menjelma menjadi penerjamah bagi keluarganya. Apa saja tugas Theo? Mulai dari tugas sepele seperti mengangkat telepon yang berdering atau membuka pintu karena bel yang berbunyi, sampai menjadi penerjemah Ibunya yang merupakan pematung terkenal.
Saya tidak akan menceritakan detail isi novel ini, saya akan langsung ke alasan kenapa saya suka novel ini dan memutuskan untuk melahap habis halaman demi halamannya dalam 1 hari.
Saya belum pernah membaca novel yang membahas kehidupan tunarungu sebelumnya, jadi ini novel dengan latar belakang dan plot yang baru buat saya, dan saya menyukainya. Saya selalu merasa yang tidak dapat mendengar dan berbicara justru punya kemampuan ‘merasa’ yang lebih baik dari kebanyakan orang. Kehidupan ‘sunyi’ yang mereka jalani tidak pernah bisa saya bayangkan. Membaca novel ini membuat saya mengerti bagaimana perasaan mereka, apa saja gejolak batin yang mereka hadapi, apa ketakutan mereka, dan bagaimana mereka mengatasinya.
Theo tidak begitu menyukai kenyataan bahwa keluarganya berbeda dengan keluarga lain, dan ia menjadi satu-satunya yang berbeda di keluarganya. Dibalik ketidakberuntungannya (atau mungkin bahkan keberuntungannya), Theo tetap beruntung menurut saya. Ada Ivy, perempuan ceria yang juga memiliki Ayah seorang tunarungu, yang diawal cerita dapat dikatakan memiliki banyak persamaan dengan dirinya. Walaupun lambat laun, saya merasa Theo dan Ivy sangat berbeda. Satu lagi yang membuat saya mencintai cerita di novel ini adalah karena hubungan Theo dan Ivy ini.
Mereka diceritakan sebagai siswa tingkat akhir yang sedang bersiap untuk masuk perguruan tinggi. Ekspektasi awal saya, hubungan mereka akan menambah rumit masalah yang dihadapi oleh Theo. Tapi toh saya salah. Hubungan mereka sangat amat dewasa menurut saya. Benar kata teman yang meminjamkan saya novel ini, novel ini bukan novel cinta menye-menye. Tidak akan kamu temukan adegan bertengkar hanya karena sang pria sangat sibuk mengurusi keluarganya sampai lupa bertemu dengan pacarnya. Tidak ada ceritanya sang wanita terlalu banyak menuntut sampai akhirnya sang pria memutuskan untuk melepas si wanitanya. Tidak banyak drama dalam hubungan mereka. Ketika drama harus terjadi, justru melulu tentang prinsip dan cara pandang mereka terhadap keadaan keluarga mereka, bukan melulu tentang dunia yang isinya hanya mereka berdua.
Ivy benar-benar menyeimbangkan kehidupan Theo yang awalnya berat sebelah, begitupun sebaliknya. Mereka saling mengisi tanpa pernah saling menuntut. Mereka selalu ada untuk satu sama lain, tapi tidak pernah merasa perlu diistimewakan, dan terlalu ikut campur masalah masing-masing. Saya suka hubungan mereka. Itu intinya.
source: http://jejakangka8.tumblr.com/page/2
review ketiga:
Judul asli : Of Sound Mind
Penulis : Jean Ferris
Penerjemah : Anies Lastiati
Penerbit : Penerbit Kaifa
Cetakan 1, Januari 2004
Nilai : 5 bintang dari 5 bintang
Isyarat-isyarat Cinta merupakan novel yang masuk dalam kategori young adult novel yang biasanya ditulis untuk pembaca dengan kisaran umur 16 – 25 tahun (untuk lebih lengkapnya definisi tentang YA literature ini bisa lihat link http://en.wikipedia.org/wiki/Young-adult_fiction ). Novel ini bukan novel baru, sudah sepuluh tahun yang lalu terbit edisi terjemahannya di Indonesia. Saya sudah membacanya berulang kali dan selalu terbawa dalam ceritanya, selalu ingin menangis membaca bagian penutup ceritanya…
Akhirnya berhasil juga menyelesaikan review tentang novel ini. ^^
Meskipun Isyarat-isyarat Cinta ditujukan untuk pembaca muda, tapi konflik di dalamnya tidaklah sederhana. Seperti dalam judul versi terjemahannya, tokoh utama dalam novel ini, Theo dan Ivy (dua orang siswa SMA) menguasai bahasa isyarat sejak mereka kecil, meskipun keduanya bisa mendengar. Keduanya memiliki keluarga tunarungu, meskipun pandangan keduanya tentang keluarga tunarungu sungguh berbeda. Novel ini meramu kisah hubungan antara Theo dan keluarganya, berbagai masalah yang mereka hadapi, juga hubungan dengan Ivy yang secara tidak disadari oleh Theo banyak memengaruhi keputusan-keputusan yang dia buat dalam hidupnya.
Poin plus:
+ Pertama, salut terhadap penerjemah buku ini, karena buku ini tetap enak dibaca. Bukannya jadi membingungkan meskipun sudah bukan versi bahasa aslinya. Sama sekali tidak mengurangi drama dan emosi yang ada di dalamnya.
+ Isu tentang tunarungu yang diangkat sangat jarang saya temukan di novel-novel lain, terlebih lagi isu ini terasa sangat nyata dalam jalinan cerita kehiduupan Theo, hingga membuat saya bisa turut membayangkankan bagaimana kehidupan mereka, apa saja kesulitan yang mungkin muncul jika keluarga kita tunarungu.
+ Tokoh-tokoh dalam novel ini sangat hidup, bukan hanya para tokoh utama, tapi para tokoh pendukung pun mempunyai karakter yang kuat. Setelah membaca novel ini pun saya masih dapat mengingat tokoh-tokoh lain selain Theo dan Ivy karena masing-masing punya peran yang mendetil dan susah untuk diabaikan. Saya pun terbawa untuk merasa sebal dengan Palma, patah hati dengan kondisi Thomas, merasakan semangat Jeremy, jatuh-bangun kondisi Theo dan naik-turunnya emosi Ivy. Semua menyatu secara alami hingga enak untuk dinikmati.
+ Penggunaan font yang berbeda untuk menunjukkan penggunaan bahasa isyarat dan percakapan dalam bahasa lisan juga ikut memperjelas cerita, bagi saya semakin mempermudah untuk membangun imajinasi bagaimana kejadian yang sedang terjadi (saya juga cukup terbantu membayangkan bagaimana percakapan dengan bahasa isyarat ini juga bisa menyampaikan banyak emosi lewat serial drama Jepang berjudul Orange Days).
+ Konflik yang memuncak di bagian akhir sukses membuat saya terharu setiap kali membaca novel ini. Terutama karena masalah yang dihadirkan berkaitan dengan keluarga.
+ Kisah asmara antara kedua tokoh utamanya sangat manis tanpa banyak mengumbar kemesraan dan adegan vulgar. Kisah asmara Theo dan Ivy begitu sederhana tapi menghangatkan hati, mereka mengajarkan bahwa komunikasi sungguh diperlukan dalam menjalin hubungan, dan bukan jaminan bahwa orang yang bisa berbicara dan mendengar bisa menciptakan komunikasi yang lebih baik daripada mereka yang tunarungu. Komunikasi bukan masalah bahasa apa yang digunakan, tapi bagaimana masing-masing mau saling mengerti.
Poin minus:
– Bab-bab awal terasa agak membosankan, meskipun sampai di tengah cerita akan terbayar lunas kebosanan itu dengan cerita yang menghanyutkan perasaan.
Hemm…sepertinya memang saya sangat menyukai buku ini, hingga hanya sanggup menyebutkan satu poin minus. Dan sebenarnya masih banyak sekali poin plus yang belum saya tulis. Hahahaha…maafkan saya…
Salah satu kutipan yang jadi favorit saya dari buku ini adalah (dalam kotak merah):

Diantara banyaknya novel young adult yang akhir-akhir ini populer diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, saya rasa novel ini patut untuk dicetak ulang agar semakin banyak yang membaca kisah di dalamnya. FYI, Jean Ferris ini pernah meraih penghargaan ALA Best Book for Young Adults (profilnya bisa dilihat di link ini, http://www.jeanferris.com/ )
source: https://www.facebook.com/notes/monica-aryani/review-buku-2-isyarat-isyarat-cinta/338505892977125/

One thought on “Isyarat-isyarat Cinta”