sumber: http://jogjakubanget.blogspot.com/2011/08/makam-keramat-ki-ageng-karang-lo.html

Dusun Karang Turi berada sekitar 1200 meter di sebelah timur Pasar Kotagede, tepatnya di sebelah luar jalan lingkar timur. Secara administratif, Karang Turi masuk wilayah Kecamatan Banguntapan, Bantul. Nama Karangturi bisa jadi karena di tempat ini dahulu banyak tumbuh pohon turi. Dusun Karang Turi tampaknya sudah ada sejak zaman Mataram dipimpin oleh Panembahan Senopati. Dari keterikatan historis, Dusun Karang Turi amat penting, karena di dusun inilah Ki Ageng Karang Lo dan Ratu Pembayun dimakamkan.
Siapakah Ki Ageng Karang Lo, ia adalah tokoh pada zaman kerajaan Mataram ketika Mataram sedang dalam proses pembentukannya. Ia terkenal sebagai sahabat dekat Ki Ageng Pemanahan, yang mendampingi dan membantu terbentuknya Keraton Mataram dengan ibukota di Kotagede.
Dikisahkan, pada waktu itu, Ki Ageng Karang Lo yang tinggal di Kampung Taji, timur Prambanan, suatu hari kedatangan tamu yang singgah di rumahnya. Tamu tersebut adalah Ki Ageng Pemanahan beserta keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Mentaok, yaitu tempat yang dihadiahkan Sultan Pajang kepada dirinya.
Ki Ageng Karang Lo menjamu keluarga Ki Ageng Pemanahan dengan hidangan yang amat memuaskan. Setelah dirasa cukup, Ki Ageng Pemanahan pun berpamitan untuk meneruskan perjalanan ke Mentaok. Pada saat itu, Ki Ageng Karang Lo berniat untuk ikut serta bersama keluarga Ki Ageng Pemanahan ke Mentaok. Ki Ageng Pemanahan pun menerimanya dengan senang hati.
Tanah Mentaok ternyata masih jauh. Ketika sampai di Sungai Opak, mereka bertemu dengan Sunan Kalijaga. Sebagai seorang wali, ia memberi nasehat kepada Ki Ageng Pemanahan sehubungan dengan Tanah Mentaok, dan tentang Ki Ageng Karang Lo. Nasehat itu adalah, agar Ki Ageng Pemanahan tetap mempererat persahabatan dengan Ki Ageng Karang Lo. Nasehat lainnya, agar Ki Ageng Pemanahan selalu ikut mengenyam kebahagiaan bersama Ki Ageng Karang Lo.
Nasehat Sunan Kalijaga tersebut tersimpan dalam hati Ki Ageng Pemanahan hingga ia membuka hutan Mentaok menjadi Kerajaan Mataram. Konon, nama Mataram sendiri diambil dari kata ‘mentaok arum’ yang berarti mentaok yang harum. Kata ‘mentaok arum’ ini mengalami peluruhan menjadi ‘mentarum’. Untuk memudahkan pengucapan, lama kelamaan kata ‘mentarum’ berubah menjadi Mataram. Ki Ageng Pemanahan melanjutkan nasehat Sunan Kalijaga kepada puteranya, Panembahan Senapati yang kemudian menjadi Raja Mataram.
Sebagai raja yang bijaksana, Panembahan Senapati melaksanakan nasehat ayahnya. Kala itu, Ki Ageng Karang Lo bertempat tinggal di Wiyara, dusun yang berada sekitar satu setengah kilometer di timur laut Pasar Kotagede. Puteri Panembahan Senapati, yaitu Ratu Pembayun, dirawat dan amat disayang oleh Ki Ageng Karang Lo. Ratu Pembayun tumbuh menjadi puteri yang cantik.
Ketika menginjak dewasa, Ratu Pembayun melaksanakan tugas ayahnya untuk memperdaya Ki Ageng Mangir Wanabaya, musuh bebuyutan Mataram. Pembayun menyamar sebagai ledhek, penari yang hidup di tengah masyarakat. Akhirnya Pembayun dan Ki Ageng Mangir bertemu. Keduanya saling jatuh cinta dan menikah. Dalam keadaan hamil, Pembayun diantar baik-baik oleh sang suami untuk menghadap Panembahan Senapati.
Namun, dalam sebuah pertemuan keluarga, Panembahan Senapati menjebak dan membunuh Ki Ageng Mangir, musuh sekaligus menantunya. Ketika hendak sungkem (menyembah), kepala Ki Ageng Mangir dibenturkan ke watu gilang oleh Panembahan Senapati. Peristiwa dramatik ini terjadi di depan mata Pembayun yang sedang mengandung janin Ki Ageng Mangir. Demi memperkokoh sistem politik ekspansi Mataram, kebahagiaan Ratu Pembayun dan masa depan janin yang dikandungnya, terpaksa harus disisihkan.
Kematian Ki Ageng Mangir membuat Ratu Pembayun sangat berduka. Melihat perkembangan keadaan puterinya, Panembahan Senapati tidak tega. Untuk sedikit mengobati kesedihan Pembayun, Panembahan Senapati lalu menikahkan puterinya dengan Ki Ageng Karang Lo. Hal ini dijalankan untuk memenuhi pesan Sunan Kalijaga agar keluarga Ki Ageng Pemanahan selalu membawa Ki Ageng Karang Lo dalam setiap kebahagiaan mereka. Ratu Pembayun dan Ki Ageng Karang Lo hidup bersama, hingga meninggal dunia. Mereka dimakamkan di Dusun Karang Turi. Saat ini, makam Ki Ageng Karang Lo dan Ratu Pembayun termasuk dalam kategori tempat-tempat keramat bersejarah.
(ERWITO WIBOWO, HAMID NURI, AGUNG HARTADI: TOPONIM KOTAGEDE, 2011)
