Puasa dan Covid19

oleh: dr. Piprim Basarah Yanuarso

Tak diragukan lagi bahwa puasa amat bermanfaat di tengah pandemi ini baik untuk jangka pendek dalam mencegah fatalitas Covid19 maupun jangka menengah dan panjang sebagai lifestyle yang dapat mengatasi sindrom metabolik sebagai komorbid utama pada pandemi Covid19 ini. Namun demikian ada beberapa kekeliruan yang sempat beredar yang perlu dikoreksi.

1. Puasa tidak dapat mencegah seseorang tertular Covid19. Untuk mencegah penularan ya tetap mesti dilakukan 3M, menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.. tambah lagi sekarang dg menghindari kerumunan. Puasa yg dilakukan dengan cara yang tepat di waktu yg tepat akan sangat efektif dalam mencegah fatalitas Covid19.

2. Puasa berlebihan pada orang sehat tanpa gejala, yang tidak mengalami Sickness Associated Anorexia alias hilangnya nafsu makan, justru bisa menimbulkan stress pada tubuh yang bisa berakibat buruk. Untuk orang sehat tanpa gejala cukuplah puasa intermittent 16:8 dengan melanjutkan pola makan very lowcarb seperti biasa. Disertai tidur cukup dan olahraga cukup.

Tidak perlu melakukan puasa berkepanjangan dengan alasan akan memperkuat imunitas tubuh. Ingat bahwa segala yang berlebihan akan berdampak tidak baik. Puasa terlalu panjang akan memicu stress tubuh dan menyebabkan glukoneogenesis sehingga gula darah justru akan meningkat.

3. Puasa panjang (23-24 jam) akan efektif jika disertai Sickness Associated Anorexia alias hilangnya nafsu makan pada saat awal mula sakit. Ini disebabkan dikeluarkannya sitokin akibat proses pembajakan sel tubuh oleh virus atau bakteri yang baru saja dimulai.

Puasa dan istirahat total akan meningkatkan mekanisme autophagy yang amat berguna dalam eliminasi virus sekaligus mengaktifkan adaptive immunity melalui presentasi antigen oleh APC via MHC kls II thd sel limfosit CD4. Dengan demikian proses peralihan dari inflamasi ke pembentukan antibodi maupun aktivasi sel CD8 berlangsung mulus, tidak menyebabkan badai sitokin.

Namun mesti diingat bahwa segera setelah memasuki fase recovery maka tubuh perlu asupan makanan bergizi tinggi berupa protein hewani dalam jumlah cukup agar proses resolusi atau recovery ini berlangsung mulus. Hal ini ditandai dengan timbulnya nafsu makan pada orang yang sakit tsb. Di fase itu jangan melakukan puasa panjang lagi.

Demikian beberapa hal yang perlu diklarifikasi agar puasa yang efektif itu tidak justru membahayakan karena dilakukan berlebihan.

4. Adapun anjuran banyak makan pada saat awal pembajakan virus (saat hilang nafsu makan di awal sakit) maka justru akan dimanfaatkan oleh virus untuk berkembang biak secara cepat. 1 sel alveoli tipe 2 yang dibajak bisa menghasilkan 600 ribu hingga 1 juta virion atau anak virus dalam waktu singkat.

Jadi ikutilah bahasa tubuh saat hilangnya nafsu makan artinya kita memang diberi isyarat untuk berpuasa dan beristirahat dengan baik.

Ada saatnya puasa panjang, ada saatnya puasa sedang dan ada saatnya makan full nutrisi dari protein hewani di masa recovery. Jangan terbalik dalam penerapannya ya…

Leave a comment