Pak Kanto: Perjumpaan demi Perjumpaan

sedekalacerita's avatarSedekalacerita

Pak Kanto:
Perjumpaan demi Perjumpaan

Saya lahir di tahun 1990 dan yang membentang dalam bacaan masa kanak adalah kata birokratis nan sakti ini: “Milik Negara/ Tidak Diperdagangkan”. Dekade terakhir rezim Orde Baru berkuasa, buku-buku Inpres masih ada di sekolah saya. Di sekolah lain, buku-buku mungkin masih dikardusi tanpa pernah dibongkar, lantas menantikan nasib dibuang ke loakan. Alasannya tidak ada punya (ruang) perpustakaan. Situasi lebih menjengkelkan, tidak semua guru sadar membuat buku-buku terakses agar anak-anak gandrung membaca. Namun, buku-buku selalu punya cara menjumpai anak-anak mencipta pengalaman membaca. Betapa seru, takjub, dan ganjil candu dari dunia di balik buku. Di wilayah terpencil jauh dari pusat kekuasaan dan perbukuan, sungguh terang pendar buku-buku yang tidak pernah dimiliki anak-anak Indonesia itu.

Buku-buku bacaan anak Inpres bercap di pojok kanan atas ini, sekalipun diremehkan, dijadikan negara sebagai alat propaganda, dan memunculkan polemik mutu-mentalitas sejak 70-an, tetaplah bisa sangat berarti sebagai bacaan. “Banjir Bacaan Untung Siapa?”…

View original post 691 more words

Leave a comment