Hidup Gini-gini Aja, Nggak Apa-apa

Hidup Gini-gini Aja, Nggak Apa-apa – Vema Novitasari

review oleh: Hestia Istiviani (Goodreads)

Hidup gini-gini aja, ya memang nggak apa-apa~

Sekarang arus informasi udah kayak air bah. Buanyak banget pintu menuju akses yg bikin kita jadi tahu kalau nggak masuk Forbes 30 Under 30 ya sebenarnya juga nggak bakal kenapa-kenapa. Kalau nggak beli makanan yg lagi heboh di TikTok, kita masih hiudp kok. Kalau nggak pake jilbab yg sama dg influencer satu itu, ya masih bisa keluar rumah dg koleksi yg ada di lemari.

Kenapa ngerasa FOMO sih?

Aku paham keselnya mbak @vemmanov terhadap glorifikasi overwork + brand bermerk + makan di tempat fancy. Seakan-akan, kalau nggak konsumsi hal itu, rasanya salah banget. Padahal, itu cuma akal-akalan pihak tertenu saja~ (uhuk kapitalisme uhuk)

Mbak Vema melalui Welly si Trewelu menceritakan masih ada banyak hal-hal kecil nan sederhana yg juga pantas dirayakan. Seperti misal, bisa adaptasi di Surabaya yg mataharinya ada lima! 😂

Hidup Gini-gini Aja, Nggak Apa-apa menyuguhkan guyonan ringan pengalaman hidup mbak Vema. Setiap cerita ada yg membuat tertawa terbahak-bahak, ada pula yang membuat tersenyum simpul (entah karena gemas atau terharu ya). Tapi pokoknya, cerita dalam buku ini memang membumi nan manusiawi.

Aku paling suka bagian Menangis di Atas Honda Beat Cicilan 32 Bulan. Karena memang meratapi hidup sambil lamat-lamat menyetir membelah kemacetan Surabaya bisa secara ajaib menjadi kawan menangis. Meski cara ini sungguh tidak “eco friendly” kata mbak Vema, eh Welly.

Mbak Vema menjalani masa sekolah hingga kuliah di Surabaya. Maka dari itu, aku paham beberapa guyonan lokal (geser ke gambar kedua & ketiga) yg dituliskan dalam buku ini 😂 TOSS dulu mbak! Kita hidup di zaman yang nggak beda jauh ya ternyata 🤣

Hidup Gini-gini Aja, Nggak Apa-apa cocok jadi bacaan santai pelepas penat. Yah, pas lah kalau dibaca setelah maraton rapat yang bikin otak ngebul. Welly si Trewelu dengan senang hati akan menghibur kamu.

___________

review oleh: Wardah (Goodreads)

ku baca tanpa ekspektasi khusus (kecuali ekspektasi ilustrasinya gemas dan MEMANG!). Terus tahu-tahu udah habis aja 😭

Blurb-nya udah sangat jelas ya. Buku ini tuh kumpulan kisah penulis dari semasa kecil sampai dewasa. Banyak kisah yang relate sebagai sesama kaum biasa-biasa aja yang lahir di kelurga golongan menengah-bawah, mulai dari kebahagiaan kecil hari Minggu, problema keuangan keluarga, keprihatian saat ngekos, dan persoalan adulting (kayaknya ini ke semua sih…).

Yang bikin aku suka buku ini tuh lebih ke ceritanya yang sederhana dan nggak melebih-lebihkan. Penulis gak berusaha memberikan motivasi khusus atau hanya mengisahkan hal bahagia. Penulis justru berusaha mengajak pembaca memvalidasi perasaan (terlebih perasaan ketika sudah jadi dewasa) dan bilang “hidup biasa aja (alias gini-gini aja) tuh ga ada masalah kok”.

Aaaaa rasanya pas baca tuh adem gitu lho. Ngerti kan ya maksudku? :”

Buku ini juga ditulis sesuai timeline, jadi pengalaman penulis dari semasa kecil sampai ketika dewasa. Alhasil temanya meningkat sesuai umur. Banyak hal yang bikin tersenyum lebar, tapi gak sedikit juga yang bakal bikin pembaca terharu dan merasa hangat. Aku ada share beberapa halaman yang berkesan buatku ya di post ini.

Ini mungkin personal banget, tapi aku relate dengan struggling penulis ketika kecil dan awal masa kerjanya ya. Jadi yah rating bisa bias ehehe… Terima kasih ya diriku yang udah berjuang dan terus bertahan sampai saat ini.

I enjoyed every bits of it. Thank you for sharing your story, Kak! 

Leave a comment