*ditulis tahun 2013

usus ayam goreng bahasa Inggrisnya apa ya..?
Tampilannya seperti bola takraw..? wkwkk, saya pun baru menemukan usus ayam dibikin bulatan unik begini di satu warung nasi. Pemilik warungnya bernama Bu Imas, berlokasi di sekitaran Kebon Kalapa, Bandung. Saat akan dihidangkan, usus ini digunting kecil-kecil dan digoreng garing, makan pake nasi hangat dan sambal.
Padahal usus adalah bagian jeroan ayam yang paling susah dibersihkan, karena ukurannya yang kecil sangat. Hanya di Bandung-lah saya menemukan macam-macam masakan yang diolah dari usus ayam, antara lain kripik usus ayam, pepes usus ayam, yang semuanya lezat. Di Bukittinggi hanya dikenal pengolahan usus sapi, yang dibikin jadi tambunsu. Usus dibersihkan terus diisi adonan telor dan tahu yang sudah dibumbui, kuliner satu ini juga sangat lezat.
Kembali ke Warung Nasi Bu Imas, bagi warga Bandung tentu saja cara penyajian di warung ini adalah lazim, jika anda ke warung sunda yang lainpun biasanya sama tipikal penyajiannya. Makanan dijejer di atas meja makan. Kita pilih menu yang tersaji, kemudian boleh minta dipanaskan. Mungkin karena lokasinya yang sangat dekat dengan pusat keramaian, sehingga di sini memakai sistim cepat saja. Cara penyajian seperti ini memang praktis, kita tak perlu bolak balik memanggil pelayan warung.

Penyajian yang unik (bukan prasmanan) semua lauk pauk ditaroh menggunung terhidang di meja tempat kita makan
Kondisi rumah makannya secara yang terlihat, cukup bersih. Bagi saya dan masyarakat Indonesia pada umumnya penyajian makanan model begini oke-oke saja. Tapi katanya orang luar Indonesia merasa keberatan jika makanan disajikan dengan metode siap saji seperti itu, mungkin dirasa tidak higienis dan mengakibatkan rasa tidak nyaman pada mereka yang tak biasa. (update: setelah pandemi tampaknya ada kesadaran yang lebih baik, bahwa sebaiknya penyajian makanan lebih higienies tertutup. Tapi saya tidak tahu bagaimana perubahan penyajian di Warung Bu Imas)
Seperti juga sistim penyajian cepat di rumah makan padang, di mana semua masakan dihidangkan di meja dalam piring kecil meskipun kita tidak memesannya. Semua itu untuk memenuhi konsep kecepatan waktu saja. Bagi yang kelaparan dan buru-buru sebaiknya pilih model penyajian begini. Ketika masih mahasiswa, buat para langganan rumah makan Kapau Simpang Dago tidak perlu dihidangkan, cukup bilang sama si uda/uni, “nasi ciek jo ikan bakar + kuah cancang..” Mereka dengan cekatan akan segera mengantarkan ke meja, jadi lebih praktis lagi. Kalo mau tambah nasi, tinggal bilang “tambuah nasi ciek, agiah kuah ayam” dulu makan pake kuah gulai saja sudah sangat nikmat *sekarang juga masih.
Warung sunda yang murah meriah juga ada di sekitar kampus saya, di Sekeloa sana. Namanya warung Bu Tatang. Menu favorit di sini adalah sayur sop dengan ikan mas goreng. Yang membuat kita cinta sama bu Tatang, karena beliau bersedia ngulek sambel secara personal alias khusus untuk perorangan. Tinggal bilang cengeknya berapa, gulanya seberapa. Ini disebutnya sambal dadak, dibikinnya dadakan.🧡
