manusia itu seharusnya seperti burung, yang terbang tanpa meninggalkan bekas dan tapaknya..
[pepatah cina]
Aku berencana menjadi yang semacam itu, seperti burung ayam-ayam (eh, ini burung apa sih?) semacam Belibis atau burung-burung sawah yang kemarin ramai di sawah belakang puskesmas. Berpindah dari satu sawah ke sawah lainnya, tak peduli seberapapun jauh tanpa melibatkan rasa galau 😄
Selama beberapa hari kemarin mereka memeriahkan sawah yang tergenang air sehabis dibajak. Berlomba mencari cacing, namun kemudian sekejap menghilang karena sawah sudah ditanami benih yang baru. Semudah itu mereka datang dan pergi.
Aku tak sempat bertanya pada bapak petani yang sedang menggarap sawah, disebut apakah burung ini dalam bahasa minang? bentuknya hampir mirip belibis. Mereka satu genk rajin mendatangi sawah-sawah yang habis dipanen kemudian menghilang sebentar. Setelah sawah dibajak mereka datang lagi lalu menghilang lama sampai sawah dipanen pada periode berikutnya.
berhubung halaman belakang puskes sudah dipagar, hanya bisa motret dari jarak jauh.
Jaman dulu burung-burung yang berkeliaran di sawah ini ditangkap untuk dijadikan lauk, katanya sih enak seperti ayam. Tapi kulihat beberapa hari lalu, para petani membiarkan saja burung tersebut datang dan pergi. Mungkin karena jumlahnya yang tak seberapa, hanya berkisar belasan ekor saja.
.

Memang sebaiknya jangan ditangkap, bagiku menyenangkan melihat mereka berpindah ke sana ke mari seperti itu. Lagipula burung-burung tersebut tidak merupakan hama bagi tanaman padi, hanya sekedar mengejar cacing dan ular sawah saja. Sehingga juga tak perlu diusir oleh petani yang sedang manggaro

Manggaro adalah salah satu kegiatan para petani untuk menjaga padinya pada saat stadia padi matang susu (tabik) hingga pemasakan bulir (menjelang panen), atau satu bulan menjelang waktunya panen. Manggaro dilakukan dengan cara menghalau burung dengan bunyi-bunyian atau orang – orangan sawah.
