Batang Anau di Belakang Rumah

Angin subuh bersijingkat mendaki janjang rumah gadang. Menyibakkan pintu yang sudah terkuak sedikit. Evi duduk merapat ke jendela, sambil menghirup aroma bunga sedap malam yang  masih menyisakan harum. Subuh telah berlalu. Seiring menyurutnya lantunan ayat suci yang  diperdengarkan oleh toa surau.

Evi tak jua beranjak, ia makin merapatkan duduk dan tangannya disandarkan pada kusen jendela. Matanya nan bening terus menerawang. Jauh menuju ambang pintu, tempat dua dunia bersinggungan. Di antara tidur dan terjaga.

Dari batang anau tua  di kejauhan, terlihat lumut hijau dan  benalu  yang panjang menjuntai.  Sesekali tumbuhan itu bergoyang. Seolah menyimpan seribu rahasia bisikan angin.

~*~*~

Semuanya bermula dari kabar burung. Bisikan tetangga di kampung Magek yang teramat mengusik Evi. Tentang apa yang telah terjadi terhadap nenek. Tanda tanya atas menghilangnya nenek setiap kali senja menjelang. Namun, si gadis kecil  menginginkan bukti. Sehingga senja itu dengan berani ia melangkahkan kaki, menembus temaram di belakang rumah. Menuju parak yang berada di ceruk tebing nan lindap. Di sana tumbuh satu-satunya batang anau yang senantiasa menghantui Evi sedari kecil.  Tempat singgasana jin dan lelembut. Di situlah dunia orang bunian berada, begitu kata tetua yang sering didengarnya

Evi melangkah perlahan. Berusaha sepelan mungkin, agar derap kakinya tak terdengar oleh Nenek yang berjalan cukup jauh di depan. Membuntuti Nenek, itulah yang ia lakukan. Demi sebuah bukti, atas simpang siur yang selama ini menjadi santapan orang kampung. Bahwa Nenek sudah menikah dengan orang bunian. “Aku akan membuktikannya..!” tekad Evi sudah bulat.

Evi menjaga tatapannya agar tak terlepas dari Nenek. Namun sekejap seolah terkecoh, Nenek menghilang..! Yang dilihatnya sekarang hanyalah sebatang anau dengan  rimbun semak belukar. Tak ada satupun jejak. Ia teruskan melangkah. Dadanya bergemuruh antara cemas kehilangan nenek, juga ketakutan akan suasana parak yang lindap mencekam.

Tiba-tiba, Evi berdiri di sebuah tempat yang sulit untuk diceritakan. Sebuah tempat berlapis kabut dengan udara yang pekat. Kala kakinya bergerak selangkah, udara terasa bergetar. Lalu terdengar bunyi-bunyian yang menggema. Betapa ia terpana melihat pemandangan yang ada di hadapannya.

Di balik kabut itu terbentang dunia terang. Dengan telaga yang berkilau, beserta hamparan bunga laksana negeri dongeng. Berdiri di sana, sepasang wujud manusia nan sungguh elok rupawan. Lelaki itu terlihat seperti Legolas. Seorang Elf, peri hutan  yang pernah Evi lihat dalam film The Lord of the Rings. Dirinya sangat yakin inilah orang bunian itu,  ternyata sama sekali tidak menyeramkan. Mata Evi lalu beralih, menatap perempuan cantik yang berdiri di sisi kanan telaga. Perempuan yang sekilas seperti jelmaan Arwen tersebut, sedang menatapnya dengan penuh rasa terkejut. Evi segera mengenalinya. Perempuan itu adalah nenek semasa muda..!

Pemandangan ganjil yang ada dihadapan tak ayal membuatnya limbung. Nenek benar-benar telah  menikah dengan orang bunian. Ia sudah menyaksikan sendiri. Tak tahu  lagi apa yang harus dilakukan. Dengan dada sesak menahan tangis, gadis itu berbalik lalu berlari kencang. Tak memedulikan nenek yang berteriak memanggilnya, “Evii.. eviiii…..!”

…ia terus berlari kencang menuju tempat kembali | ke ambang pintu | tempat dua dunia bersinggungan.

~*~*~

“Eviii.. cepatlah bangun,  nenek mau minta tolong..” samar  terdengar suara perempuan yang begitu dikasihinya. Semakin lama suara itu semakin jelas, diiringi goncangan lembut dan rasa sejuk di bahunya. Susah payah Evi membuka mata.  Dilihatnya senyum nenek  mengembang hangat.

“Tak baik anak gadis tidur lagi sehabis subuh, tolong belikan karambia di kedai mak Saih”

“..nenek sudah memetik cindawan di parak belakang,  kita akan menggulai cindawan untuk sayur siang nanti.”

Dengan dada yang masih bergemuruh ia menatap Nenek. Mencari rahasia yang mungkin disembunyikan oleh mata  yang telah menua tersebut. Tak menemukan apa-apa, ia pun  lalu menyapukan pandangan ke sekeliling rumah. “Eyampun, Nek.. rupanya Evi tadi  talalok di jendela dan  bermimpi aneh sekali.” Nenek hanya tersenyum penuh arti mendengar penuturan cucunya.

Dari batang anau tua di kejauhan, terlihat  lumut hijau  dan benalu yang panjang menjuntai. Angin pagi melenggang menaiki janjang rumah gadang. Menguakkan pintu lebar-lebar dan burung kecil mencericit riang.

~*~*~

embusan angin di waktu fajar akan menceritakan rahasia kepadamu | janganlah tidur kembali | mintalah apa yang sungguh-sungguh kau inginkan | janganlah tidur kembali | orang-orang pergi dan kembali melalui ambang pintu tempat dua dunia bersinggungan | pintu itu terbuka lebar | janganlah tidur kembali.

[Jalaluddin Rumi, abad ketiga belas]

Kenangan tahun 2013 mengikuti GA Jurnal Evi Indrawanto,  owner CV. Diva Maju Bersama (Arenga Indonesia), perusahaan yang mengolah nira aren menjadi gula aren organik bubuk (gula semut) dan gula aren cair. Tulisan yang sungguh tidak serius ini menang peringkat pertama dan saya mendapatkan kiriman buku beserta 30 pack gula semut yang legit dan istimewa! ❤

Leave a comment