
freepik
sumber: BIOSCIENCE – Universitas Negeri Padang
Parak adalah ekosistem peralihan antara lahan pertanian dan hutan, disebut juga dengan istilah agroforestri, dimana dalam pengertiannya adalah ekosistem buatan yang sengaja ditanam dengan tanaman serbaguna mulai dari tanaman bawah sampai pohon, dan istilah parak hanya dikenal di Sumatera Barat (Michon et al. 1986).
Komoditas yang dihasilkan oleh ekosistem parak sangat beragam seperti durian, karet, kulit manis, surian, bayur, cengkeh, alpukat, coklat, jati dan pinus (Michon et al. 1986, de Foresta dkk. 2000, Martial, 2011), kemudian juga ada kopi, manggis, duku, petai, jengkol, kelapa dan lain-lain (Otsuka, 2000, Affandi, 2011). Komposisi jenis tersebut menyederhanakan pengertian parak yaitu lahan pertanian yang ditanami dengan jenis pohon bernilai ekonomi (Martial 2011, Otsuka, 2009).
Komoditas hasil parak sudah sejak lama menjadi pemasok kebutuhan harian masyarakat dan beberapa komoditas untuk kebutuhan industri, sehingga parak menjadi salah satu area produktif ekonomi setelah sawah. Keberadaan parak sebagai sumber ekonomi juga telah turut serta menghindarkan masyarakat mengekploitasi hutan, dengan kata lain, parak menjadi langkah konkrit orang Minangkabau dalam upaya konservasi hutan (Otsuka, 2009).
Selain menghasilkan nilai ekonomi, parak juga menjadi identitas suatu kaum atau suku di Minangkabau (Martial, 2011, Asmin et al. 2017). Oleh karena itu, parak lebih erat kaitannya dengan masyarakat yang masih memegang tatanan adat, umumnya berada disepanjang pinggiran hutan.
Walaupun demikian, masyarakat semi perkotaan atau peri-urban, dimana perkembangan wilayahnya masih belum seperti kota besar tetapi sudah jauh lebih maju dibandingkan wilayah pinggir hutan, masyarakat petaninya lebih berorientasi bisnis dan memiliki akses yang dekat dan langsung ke pasar (Etshekape et al. 2018), masih menyisakan kawasan parak atau pohon-pohon penciri ekosistem parak diantara bangunan-bangunan kantor, sekolah dan pemukiman-pemukiman baru.
Jika kemajuan terus berlanjut menjadi kota besar, komunitas pohon ekosistem agroforestry atau parak bisa berubah total atau sama sekali hilang (Etshekape et al. 2018). Kemudian, kemajuan suatu daerah juga bisa merubah peta pertanian, dimana komoditas yang potensial akan cenderung disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, perubahan tersebut juga bisa berdampak pada komoditas-komoditas tanaman parak.
