
freepik
Sebagian besar harta di Minangkabau adalah harta komunal, kepemilikan secara kolektif, tetapi pemanfaatan bisa personal. Harta di Minangkabau dapat dibagi berdasarkan “kepemilikan” dan berdasarkan “caro mandapek-kan”nyo (cara mendapatkannya).
A. Kepemilikan
1. Harta Nagari
2. Harta Adat
3. Harta Kaum
4. Harta Faraid
B. Caro Mandapek
1. Harta Tambilang Ameh
2. Harta Tambilang Basi
3. Harta Tambilang Kayu
4. Harta Tambilang Tunjuak
A.1. Harta Nagari: adalah harta kolektif yang disapakati oleh niniak muyang nan managak( mendirikan )-kan nagari, sabagai milik basamo( bersama ) saluruh anak nagari. Pemanfaatan untuak saluruh masyarakaik, berdasarkan kasapakatan.
Ada dua harta nagari:
1. Ulayat Nagari;
2. Paragat Nagari.
Ulayat Nagari: Tanah Ulayat (tanah cadangan), Hutan Ulayat, Hutan Larangan, Banda Larangan.
Paragat Nagari: Musajik, Balai Adat, Labuah, Pasa, Tapian, Baramban, Pakok-an, Banda, Darmaga, Galanggang (tanah lapang, pacuan kudo).
A.2. Harato Adat: adalah harta kolektif yang dipergunkan untuk urusan perangkat adat. Pemakaian berdasarkan kesepakatan niniak-mamak dalam nagari, atau niniak mamak dalam kaum.
Harta Adat duo tingkatan: Harato adat nagari, harato adat kaum/suku
Harato Adat Nagari: Kubu, Sawah Paduan, Bonjo, Benteang.
Harato Adat Kaum/Suku: Ulayat Kaum, Surau, Tabek, Pandam/ Pakuburan, Sawah Abuan.
A.3. Harato Kaum: Harta dengan hak pakai (hak tanam/tuai) oleh seluruh anggota kaum dengan persetujuan Pangulu. Pusako (HPT): Sasok Jarami (sawah), Ladang, Rumah Gadang, Rangkiang.
A.4. Harato Faraid: HPR Harato privat (milik pribadi) pencarian
B.1. Harato Tambilang Ameh: harta (semua jenis harato kalompok A) yang didapatkan melalui jual-beli. Harta yang diperoleh seseorang dengan cara membeli memakai emas karena mata uang mas dan perak sampai saat ini masih di hargai tinggi di Minangkabau. Tambilang ameh dapat terjadi karena pegang gadai ataupun dibeli langsung. Jual beli ini memakai system alat tukar mata uang emas, satu rupiah emas atau ringgit emas.
B.2. Harato Tambilang Basi: harta yang didapatkan melalui malaco/ manaruko. Harta yang diperoleh dari usaha sendiri, misalnya dengan cara manaruko pertanian baru (membuka lahan pertanian baru). Arti kata tambilang basi berasal dari alat pertanian sebagai alat penggali tanah.
B.3. Harato Tambilang Kayu: harta yang didapatkan melalui pamufakatan antar nagari atau antar kaum.
B.4. Harato Tambilang Tunjuak: harta yang didapat malalui kekuasaan atau kewenangan kerajaan, atau kekuatan wibawa niniak muyang.
Keterangan:
KUBU
Kubu itu ada dua.
* Kubu tampek barundiang,
* Kubu tampek batandiang.
Wujudnya taisuak/dahulu samacam tanah strategis di atas atau di pinggang bukik. Ukurannya tidak begitu luas, sakitar duo puluah dapo persegi. Diuntuak-kan sabagai tampek bertahan dek parik-paga-dalam, katiko mahadapi serangan dari lua nagari. Biasonyo, sasudah tu jadi milik Pangulu Pangkatuo Kubu (Koto-Piliang), atau Pangulu Andiko (Bodi-Caniago).
SAWAH ABUAN /SAWAH PADUAN
Sawah Abuan adalah harta adat kaum. Milik kaum, tapi untuk aleh/alas tapak pangulu. Pambali timbakau. Sawah Abuan biasanya di-saduokan ka urang lain, indak dikarajokan dek kamanakan doh. Hasianyo (sapaduo) dijapuik dek kamanakan ka nan manyaduoi. Dijadikan pitih pambali timbakau Pangulu. Jadi, pangulu indak mintak2 ka kamanakan doh.
Biasonyo suku2 nan managak-kan Koto jo Nagari mampunyoi Sawah Abuan. Tapi banyak nan lah hanyuik. Manuruik inyiak ambo, paliang banyak Sawah Abuan ko tajua maso Japang.Ado pangulu nan manjua sawah abuannyo sakadar sapiriang kacimuih.Dek suliknyo nan ka dimakan.
Ado pulo Sawah Paduan.
biasonyo di Kalarasan Koto Piliang. Untuak aleh tapak Pangulu Pucuak Bulek, nan mauruih nagari.
Falsafah nan tasimpan adolah:
Adat mamikiakan nasib pangulu malalui Sawah Abuan, sahinggo pangulu “bajalan ba-aleh tapak”. Indak ikhlas beramal see doh.Dengan Sawah Abuan, pangulu mampunyoi “gaji”, sahinggo inyo terhormat dalam manjalankan tugeh.Kalau indak, dari ma nyo dapek pitih pambali timbakau? Tantu pangananyo ka-manjua harato lai.
sumber : Group MAMBACO TAMBO MINANGKABAU di FACEBOOK
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak dapat hidup sendiri karena pada dasarnya manusia saling membutuhkan satu sama lain, oleh sebab itu manusia disebut sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dan hidup secara kelompok. Manusia diberikan akal dan pikiran oleh tuhan yang maha esa untuk berpikir, menjaga dan mengelola fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan hidup di masa yang akan datang. Di Sumatera Barat khususnya Minangkabau yang menganut sistem matrilineal para nenek moyang dahulunya telah berpikir kedepan untuk anak cucunya dengan mewariskan harta berupa sako dan pusako.
Di Minangkabau harta dimiliki keluarga dari seketurunan orang-orang nan saparuik, artinya orang-orang seketurunan dari ibu/matrilineal. Sebagai individu dari keluarga saparuik mereka tidak memiliki harta, tapi hanya mempunyai hak pakai/hak memakai dalam istilah adatnya: “hak bapunyo, harato bamiliek, ganggam nan bauntuak” yang dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya harta keluarga di Minangkabau berada dalam keadaan yang tetap milik kaum saparuik.
Semakin jelas bahwa kaum Perempuan yang memiliki harta pusako di Minangkabau.
Kepemilikan harta tersebut dibawah naungan mamak yang di tuakan dalam keluarga seketurunan atau kaum penghulu kaum, tugas mamak/penghulu kaum mengatur dan mengembangkan harta tersebut. Secara umum, pemilikan harta di Minangkabau bersifat kelompok, di miliki secara Bersama-sama oleh satu kaum. Pemilikan harta ini diatur dan dipimpin oleh penghulu kaum yang bersangkutan.
Di Minangkabau sistem pemilikkan harta terbagi atas empat macam, yaitu:
Harta Pusako
Harta yang dimiliki dan diwarisi secara turun temurun oleh satu kaum dari mamak ke kemenakandan berlanjut terus dari generasi ke generasi orang yang yang sekaum bertali darah. Harta pusako ini tidak boleh berkurang atau di jual, jika mampu kita sebagai penerima waris harus menambah. Harta pusako ini disebut juga harta pusako tinggi, karena moyang pemilik awal hanya dikenal dari ranji atau silsilah keturunan saja.
Harta Tambilang Basi
Harta yang diperoleh dari usaha sendiri, misalnya dengan cara manaruko pertanian baru (membuka lahan pertanian). Arti kata tambilang basi berasal dari alat pertanian sebagai alat penggali tanah.
Harta Tambilang Ameh
Harta yang diperoleh seseorang dengan cara membeli memakai emas karena mata uang mas dan perak sampai saat ini masih di hargai tinggi di Minangkabau.
Tambilang ameh dapat terjadi karena pegang gadai ataupun dibeli langsung. Jual beli ini memakai system alat tukar mata uang emas, satu rupiah emas atau ringgit emas.
Harta Hibah
Yang diperoleh atas dasar pemberian. Harta hibah terbagi atas tiga macam, yaitu: Hibah laleh, adalah pemberian seorang ayah pada anak-anaknya untuk selama lamanya. Di dalam adat, pemberian ini dikatakan salamo dunia takambang salamo gagak hitam. Hibah ini dapat terjadi jika sepakat waris kaum bertali darah waris kaum bertali adat.
Hibah bakeh adalah pemberian harta dari seorang ayah pada anak-anaknya yang sifatnya terbatas selama anak-anaknya hidup, tidak sampai ke cucunya. Di dalam adat, hibah ini dikatakan kabau mati kubangan tingga, pusako pulang ka nan punyo.
Hibah pampeh adalah pemberian harta bawaan dari kaum ayah kepada anak- anaknya dengan cara ayah menggadaikan kepada anakanaknya. Pada umumnya pegang gadai antara ayah dengan anaknya bersifat akal-akalan si ayah untuk membantu anak-anaknya. Pegang gadai ini biasanya dengan memakai emas, namun nilainya tidak masuk akal, sehingga kemenakan ayahnya akan keberatan untuk menembusnya.
Harta Pusako
Harta Pusako di Minangkabau terbagi menajdi dua yaitu, harta pusako tinggi dan harta Pusako rendah.
Harta Pusako Tinggi
Harta pusao tinggi adalah harta yang telah diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi dengan tidak terputus karena tergadai atau pernah terjual. Pepatah adat mengatakan tentang harta pusako tinggi sebagai berikut:
Tajua indak dimakan bali Tasando indak dimakan gadai/ arti kata tasando adalah jaminan atau Sandra. Artinya: Harta pusako tinggi tidak boleh dijual dan tidak boleh dijadikan agunan/jaminan pegangan gadai.
Asal usul harta pusako tinggi sangat erat kaitannya dengan asal usul nenek moyang kit amula pertama manaruko untuk membuat taratak, koto, nagari, karena neneok moyang kita manaruko pembuat sawah, ladang dan perumahan. Dari jeri payah nenek moyang kita manaruko, sampai kini kita masih menikmati. Oleh sebab itu harta pusako tidak boleh berkurang sedikitpun dan seharusnya akan dapat bertambah.
Yang dimaksud dengan harta pusako tinggi adalah harta yang telah diwarisi secara turun temurun oleh sebuah kaum. Harta tersebut berupa tanah, sawah, tanah peladangan, rumah, dan sebagainya. Disamping harta pusako yang berbentuk tersebut di Minangkabau masih ada lagi pusako tinggi kaum yang tidak terwujud/ berbentuk, yaitu gelar pusaka. Pusaka ini disebut sako. Kaum yang menerima waris pusako tinggi, secara Bersama-sama punya kewajiaban untuk menjaga, melestarikan, serta mengelola harta pusako tinggi yang diterima.
Sedangkan kewenangan untuk mengatur penggunaan harta pusako tinggi di pegang oleh kaum Wanita yang tertua. Untuk melindungi, memelihara dan mengembangkan harta pusako tinggi ini di bawah wewenang mamak dan penghulu dalam kaum tersebut, yang diharapkan pusako tinggi bermanfaat untuk seluruh anggota kaum mereka.
Harta Pusako Rendah
Disebut dengan harta pusako rendah karena harta tersebut di warisi dari satu generasi di atas orang yang menerima warisan tersebut, seperti pemberian dari ayah atau ibu kita, boleh juga hibah dari mamak atau orang lain. Perbedaan harta pusako randah dengan harta pusako tinggi, jika pusako tinggi yang mewarisi kaum sepesukuan yang bertali darah maka pada harta pusako rendah ahli waris adalah anak-anak dari ayah dan ibu atau orang yang menerima hibah baik dari mamaknya maupun dari orang lain. Harta pencarian orang tua menurut hukum yang berlaku di negara disebut dengan harta Gono Gini.
Ditulis Oleh: Alya Antasya, Mahasiswi Departemen Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.
