
Rumah Tuo Kampai Nan Panjang
Nagari Balimbiang Kec. Rambatan Kab. Tanah Datar
Rumah Gadang Kampai Nan Panjang adalah rumah adat tradisional Minangkabau milik Datuk Panghulu Basa dari Suku/klan Kampai Nan Panjang. Rumah gadang ini terletak di Nagari Belimbing (sekitar 13 km dari Batusangkar), Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Berusia lebih kurang 300 tahun, konstruksinya sebagian besar tidak mengalami perubahan hingga saat ini.
Rumah Gadang Kampai Nan Panjang merupakan rumah tempat tinggal yang memiliki arsitektur bergaya khas Minang dengan atap yang bergonjong empat dan terbuat dari ijuk. Keseluruhan bangunan bagian luar terdiri dari kayu berwarna hitam. Hanya terdapat satu pintu masuk ke bagian dalam rumah dan tangganya tepat berada di tengah-tengah. Bangunan ini terdiri dari tujuh bilik (kamar), yang masing-masing berukuran 1,5 x 3 meter persegi. Biasanya rumah gadang memiliki ruangan dalam jumlah yang ganjil, bisa 5, 7,9 dan seterusnya, tetapi pada umumnya jumlah ruang yang ada adalah sambilan ruang. Bentuknya persegi empat dan atapnya terbuat dari ijuk.
Ruangan bagian tengah rumah gadang ini merupakan ruangan terbuka tanpa sekiat dan bilik. Pintu utamanya hanya satu dan terletak di bagian tengah. Dinding bagian luar dan dalam polos tidak ada ukiran. Ruangan dalam bagian belakang merupakan bilik-bilik yang berfungsi sebagai kamar tidur. Pintu bilik berukuran oval dengan diameter sangat kecil (30 cm) sehingga untuk masuk ke dalam bilik harus membungkuk.
Seperti rumah gadang pada umumnya, rumah ini dibangun tanpa menggunakan paku. Rumah ini tidak berplafon sehingga langsung terlihat tulang-tulang yang menyusun rangka atapnya, hanya di bagian ujung sebelah kiri yang ada bagian seperti loteng tempat penyimpanan. Lantainya rata dan tidak ada anjung di bagian ujung, dilapisi bilah bambu yang bersusun-susun. Sepanjang rumah bagian belakang yang menuju kamar terdapat bagian lantai yang lebih tinggi satu anak tangga membujur serta membentuk huruf “U” ke ujung kiri dan kanan.
Sebagai daerah yang dikenal dengan asal muasal orang Minangkabau, tak heran Kabupaten Tanah Datar menjadi pusat kebudayaan dan adat istiadat di Sumatera Barat,bahkan Istano basa pagaruyung juga dijadikan ikon dari daerah itu,hal ini memicu wisatawan asing maupun domestik beramai-ramai mengunjungi Pagaruyung padahal di bumi luhak nan tuo selain Istano basa Pagaruyung dan Desa terindah didunia Pariangan masih banyak obek wisata yang layak untuk diperkenalkan ke dunia luar seperti batu angkek-angkek di Tanjung sungayang,menhir di talago gunung yang berusia ratusan bahkan ribuan tahun dan rumah tuo kampai nan panjang.
Bercerita tentang Rumah tuo Kampai Nan panjang yang terletak di Nagari Balimbiang kecamatan Rambatan tentu akan menjadi tambahan khasanah budaya bagi kita, betapa tidak rumah gadang ini mempunyai ciri khas yang sangat unik salah satunya adalah pintu kamar yang berbentuk oval dengan jumlah kamar sebanyak tujuh, hal ini menandakan jumlah perempuan yang menghuni rumah gadang sebanyak tujuh orang.
Selain bentuk jendela kamar yang oval pintu rumah gadang juga tidak kalah uni karena tidak memakai engsel pintu yang terbuat dari besi, agar pintu bisa menutup dan membuka yang digunakan adalah poros dengan cara melubangi kayu. Keunikannya tidak terhenti sampai disitu orang-orang akan tercengang dengan kemampuan para ahli pendiri rumah gadang dimana rumah gadang ini dikonstruksi tidak menggunakan paku namun menggunakan pasak-pasak yang kuat dibalik semua keunikan yang dipunyainya hal yang paling menonjol adalah Rumah gadang ini mampu mempertahankan eksistensinya selama ratusan tahun.
Rumah Tuo Kampai Nan panjang yang berada 13 KM dari Kota Batusangkar ini merupakan salah satu peninggalan nenek moyang yang masih terjaga dan lestari dari gempuran zit geist yang berubah-rubah adalah Rumah Tuo Kampai Nan Panjang. Rumah gadang ini masih kokoh berdiri sampai saat ini dan menjadi salah satu bangunan cagar budaya kekayaan bangsa.
Secara tradisional, setiap keluarga inti dapat memiliki sebuah perapian dan tempat masak sendiri di dalam rumah itu sendiri. ini memungkinkan lebih banyak kedaulatan di antara para perempuan dan mencegah perselisihan, yang sering terjadi di antara saudara-saudara perempuan dan sepupu-sepupu, menjadi terlalu memecah-belah. Tapi pada 1847, dalam upaya mencegah kebakaran, belanda melarang perapian di dalam rumah. Ruang masak menjadi dapur terpisah, ditempatkan di bawah bagian belakang rumah. Campur tangan kolonial ini menimbulkan pemecahan beberapa rumah gadang serta pembangunan berbagai rumah rumah kecil, biasanya untuk keluarga-keluarga inti di sekitar tanah milik. Rumah-rumah ini menjiplak garis atap yang stereotipikal rumah gadang itu dan memelihara keturunan matrilineal, tapi bukan lagi rumah-rumah komunal untuk sekelompok keluarga luas matrilineal.
Berdasarkan hasil penelitian Jefrey Hadler diketahui pihak kolonial berusaha mengoyak orisinilitas rumah gadang dengan aturan yang dibuatnya, namun ternyata tidak semua rumah gadang mengikuti aturan yang dbuat oleh kolonial, salah satu rumah gadang yang tetap bertahan adalah Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Pihak kolonial mengemukakan alasan dalam satu persepektif saja melalui kacamatanya saja agar dapur dan rumah terpisah dan dibangun rumah-rumah kecil di samping rumah gadang untuk keluarga inti jadi tidak semua keluarga inti tinggal di rumah gadang, perubahan yang dilakukan oleh pihak kolonial berlangsung sampai saat ini.
Kebanyakan peninggalan rumah gadang di Minangkabau ataupun rumah gadang yang baru dibangun pada abad ke 20 mempunyai dapur yang terpisah dari rumah. Nenek moyang orang Minangkabau membuat perapian atau dapur di dalam rumah bukan tanpa alasan, semua arsitektur dan interior mempunyai makna yang dalam, kemungkinan besar dapur di dalam rumah bertujuan untuk menunjukkan transparansi di dalam Rumah Gadang. Perubahan itu tidak berlaku terhadap Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, rumah gadang ini tetap kuat mempertahankan eksistensi dirinya ditengah penetrasi kolonial, salah satunya dilihat dari dapur yang masih terdapat di dalam rumah, pada mulanya rumah gadang ini mempunyai dua tungku di dalam rumah namun sekarang hanya tinggal satu tungku , selain dapur Rumah Tuo Kampai Nan Panjang masih mempunyai aluang yang terletak pada sisi kiri dan kanan pintu, aluang merupakan sebuah kotak yang terbuat dari kayu yang digunakan sebagai tempat penyimpanan benda-benda milik kaum seperti pakain adat dan benda-benda berharga lainnya (aluang yang dipunyai Rumah Tuo Kampai Nan Panjang terbuat dari satu badan kayu utuh).
Sekarang ini Rumah Tuo Kampai Nan Panjang merupakan salah satu destinasi wisata budaya, rumah gadang ini tercatat sebagai salah satu rumah tertua di Minangkabau yang dibangun sekitar abad ke 16, rumah ini merupakan rumah adat traditional yang telah di wariskan secara turun temurun pada lima generasi suku kampai dan Rumah gadang ini telah berdiri selama ratusan tahun dan tetap bertahan menunjukkan eksistensi dirinya, keunikan dan keistimewaan Rumah gadang ini harus terus dilestarikan sebagai bukti warisan budaya nenek moyang.

Pada masa dahulu asal usul Ninik Moyang orang Balimbiang berasal atau turun dari Pariangan Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, dengan menyusuri Batang Bangkaweh yang hulunya terdapat di lereng Gunung.
Marapi dan alirannya melalui Galogandang ke Balimbiang. Rombongan yang pertama datang dan sampai serta menetap di Galundi Gadang.
Mereka itu adalah : Dt. Maharajo Dirajo, Dt. Maharajo Kayo dan Dt. Tanaro. Kemudian menyusul rombongan niniak-niniak yang lain dan menepat (menapakkan kaki dan menetap) di:
-di Puncak Koto Dt. Kayo
-di Puncak Balang Dt. Tanpalawan
-di Puncak Kampai Dt. Cahayo Lipati
-di Sapan Pulau Dt. Pulau Marajo
-di Sapan Kasik Dt. Rajo Palawan
-di Sapan Tarok Dt. Rajo Mangkuto
Kemudian Niniak – niniak tersebut berkumpul dan menetapkan nama Nagari Balimbiang yang berasal dari suatu alat pertanian Lembing dan Kinawai dari pohon Kina yang terdapat di lembah (Kinawai).
Setelah bertemu di Koto Tuo dan diadakan Musyawarah di Bukit Pecaturan dalam rangka menyusun Nagari, ketika itu belum dapat diambil keputusan karena belum lengkapnya kehadiran mereka.
Kemudian di adakan musyawarah dan mufakat kembali di suatu bukit yang bernama Bukit Nyaru dimana telah lengkap kehadiran Enam buah suku.
Selanjutnya untuk menyusun Taratak, Dusun, Koto dan Nagari diadakan mufakat kembali, Akhirnya tersusunlah Nagari dengan syarat 4 suku, sedangkan suku yang ada hanya 3 (tiga) atau 6 (enam) yaitu 3 di Balimbiang dan 3 di Kinawai. Karena belum cukup syarat untuk mendirikan Nagari, maka dijadikan Korong Tanjung Satu suku, dimana Dt. Maharajo Dirajo, Dt. Maharajo Kayo dan Dt. Tanaro di dudukan sebagai Alung Bunian atau pemegang Amanat suku yang Enam. Maka lengkaplah susunan Nagari dengan formasi Pemangku adat menurut Jabatan masing-masing.
Nagari Balimbing adalah salah satu nagari tertua di Sumatera Barat dan tersebut di dalam tambo Minangkabau. Nagari Balimbing dikelilingi oleh Batang Bangkaweh yang turun dari Puncak Gunung Marapi.
Nagari Balimbing terbagi dalam 3 jorong: yaitu
-Balimbing Balik,
-Kinawai Padang Pulai, dan
-Sawah Kareh Bukik Tambasu.
Seperti juga umumnya nagari – nagari lainnya. Nagari Balimbiang masih memegang kuat adat istiadat yang sudah sulit ditemui di Nagari – nagari lain, yaitu adatnya yang relatif masih asli dan masih berdirinya rumah – rumah adat. Salah satu bangunan yang masih berdiri kokoh dan di bangun tanpa menggunakan paku yaitu Rumah Gadang Kampai Nan Panjang yang berusia ratusan tahun. Salah satu ciri khas Nagari Balimbiang adalah keberadaan rumah adat asli Minangkabau yang telah diakui oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai Destinasi Wisata.
Lokasi dari Rumah Gadang Kampai Nan Panjang yaitu berada sekitar 13 kilometer dari Kota Batusangkar atau lebih tepatnya berada di Nagari Balimbiang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, Rumah Gadang Kampai Nan Panjang merupakan rumah hunian atau tempat tinggal bersejarah yang usianya sudah sangat tua yaitu lebih dari 350 tahun. Rumah ini memiliki arsitektur bergaya khas Minang dan sebagian besar bangunannya belum mengalami pembaruan baik dari segi struktur ataupun bahan bangunannya.
Rumah kaum Datuak Penghulu Basa dari Suku Kampai Nan Panjang, ini dibangun seperti rumah gadang pada umumnya yaitu tanpa menggunakan paku sedikit pun dengan atap yang bergonjong empat dan terbuat dari ijuk.

Keseluruhan bangunan Rumah Gadang Kampai Nan Panjang bagian luar ini terdiri dari kayu berwarna hitam dan juga hanya memiliki satu pintu masuk terletak di bagian tengah rumah. Lantainya pun rata yang terbuat dari palupuah (Bambu yang di cincang) dan terdapat tangga yang letaknya di tengah-tengah rumah. Umumnya, rumah gadang mempunyai ruangan yang jumlahnya ganjil antara 5, 7, 9, dan seterusnya, begitupun dengan rumah gadang yang satu ini.
Rumah Gadang Kampai Nan Panjang memiliki 7 (Tujuh) kamar yang berbentuk persegi empat dan biasanya digunakan untuk tempat tidur. Letak kamar tidur tersebut ada di dalam ruangan di bagian belakang yang ternyata mempunyai pintu masuk berbentuk oval dengan diameter yang sangat kecil yaitu 30 cm. Itu sebabnya jika ingin masuk ke dalam kamar harus membungkuk.
Jika kita mengunjungi Rumah Gadang Kampai Nan Panjang , kita akan melihat bahwa tepat di sebelah kanan dan kiri pintu masuk terdapat peti kayu berbentuk persegi panjang yang kira-kira panjangnya sekitar 2 meter. Peti ini dinamakan Aluang Bunyian yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga. Selain itu, peti tersebut juga terbuat dari kayu jati dan mempunyai penutup yang bisa dibuka dengan cara diangkat atau digeser.
