Menghapal dengan Iman

freepik

sumber: IG shahnaz.haque

Lagi ramai urusan “itu” di sosial media. Saya mencoba mencerna melihat dari berbagai sudut pandang lain, bagaimana halusnya Allah mengangkat status sosial manusia. Jika tidak ada kejadian “kepleset kata” tersebut, bisa jadi beliau berdua tetap ada di “maqam” itu saja. Dalam tasawuf, maqam adalah tingkatan kedudukan seorang hamba di hadapan Allah. Maqam dapat diraih melalui latihan, peribadatan, dan mujahadat. Semakin tinggi tingkat pengorbanan seseorang dalam mendaki maqam, maka semakin tinggi pula tingkat kemulyaannya di hadapan Allah.

Begitu juga sebaliknya, bagi pelaku. Tantangannya, bagaimana mampu menahan diri. Karena itu gambaran memperlakukan kitab suci, bukan hanya dibaca. Tapi harus dipahami, diyakini dan diamalkan. Jangan hanya menjadi hiasan alam jasad, harus adab batin yang merupakan alam jiwa. Aduh, berat nih kalimatnya. Gampangnya kudu ‘walk the talk’, biar nggak OmDo (Omong Doang). Teladan saya dalam memahami Kitab Suci adalah Abdullah Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas dan Umar bin Khattab.

Mereka menghapal dengan iman. Bagaimana tuh? Tidak menambah hapalan sebelum bisa mengamalkan. Saya coba nih ya, contoh ada ayat Alif laam miim, hanya Allah yang tahu. Itu yang membuat saya jadi manusia jangan sok tahu 😅! Semudah itu, baca dan amalkan. Begitu juga ayat lainnya. Saat memahami salah satu ayat tentang bagaimana bisa jadi tuntunan penyembuhan hati. Maka ketika sedang mencari nasihat, ya balik ke Kitab Suci. Alih-alih cerita ke manusia yang “sarua ku aing” sedang bingung, itu mah bisa tersesat berjamaah namanya.

Maka lagi galau, butuh petunjuk? Buka panduan di Kitab kita masing-masing. Balik lagi ke kasus yang sedang viral itu (apapun kasus sebelum ini, yang sekarang atau akan terjadi), tahan emosi. Sebenarnya itu cara Allah melalui “angin sepoi-sepoi” untuk manusia. Baik bagi yang melakukan maupun yang sedang menerima akibat. Posisi kita di mana? Disuruh belajar di setiap kejadian. Sambil melakukan evaluasi dan bersyukur. Ketika masih ditempatkan di posisi baik, bukan karena kita baik. Tapi karena Allah masih menutup aib kita sebagai manusia. Allah itu keren banget. Ya iyalah, kalau nggak keren bukan Allah namanya ❣️

*catt admin: evaluasi dari terpelesetnya kata seorang tokoh

Leave a comment