
sumber: wikipedia
Pelabuhan Teluk Bayur (bahasa Minangkabau: Palabuahan Taluak Bayua) adalah salah satu pelabuhan yang terdapat di Kota Padang, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Pelabuhan Teluk Bayur sebelumnya bernama Emmahaven yang dibangun sejak zaman kolonial Belanda antara tahun 1888 sampai 1893. Pelabuhan ini berfungsi sebagai pintu gerbang antar pulau serta pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor dari dan ke Sumatera Barat.
Hingga era Perang Dunia II, Pelabuhan Teluk Bayur merupakan salah satu dari lima pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya Singapura sebagai pelabuhan transit, Selat Malaka menjadi jalur pelayaran yang penting sehingga mengakibatkan menurunnya aktivitas perdagangan di Teluk Bayur.
Emmahaven atau yang kini bernama Pelabuhan Teluk Bayur di Padang Sumatra Barat, sudah berumur ratusan tahun, dan menjadi pelabuhan andalan pemerintah kolonial Belanda. Sempat dihantam gelombang besar, bahkan kapal yang bersandar di sana terlempara dua kilometer ke daratan.
Saat ini Emmahaven masih berfungsi dan menjadi salah satu pelabuhan penting di pantai barat Sumatra. Pelabuhan Teluk Bayur yang sempat sepi, kembali ramai pada 1930, saat ratusan anggota Muhammadiyah berlabuh di sana untuk mengikuti kongres mereka di Bukittinggi.
Nama dari Emmahaven sendiri, berawal dari penamaan terhadap Ratu Emma. Ia merupakan seorang ratu yang menjadi penguasa di Belanda pada Perang Dunia (PD) pertama dan kedua.
sumber: Haluan
Emmahaven nama dari pelabuhan yang sekarang dikenal dengan Teluk Bayur (Taluak Bayua) di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) pada masa keemasannya zaman kolonial Belanda.
Emmahaven berasal dari nama seorang Ratu Belanda Emma van Waldeck Pyrmont. Pelabuhan Emmahaven ini mulai dibangun antara tahun 1888 dan resmi beroperasi sekitar tahun 1892-1893. Emma Van Waldeck Pyrmont merupakan orang tua atau ibu dari penguasa kerajaan Inggris, Ratu Wilhelmina.
Dalam masa keemasannya, Emmahaven merupakan pelabuhan yang digunakan untuk mengeruk hasil bumi dan kekayaan alam Sumbar diangkut Belanda ke berbagai penjuru dunia.
Pemerintah kolonial Belanda menjadikan Emmahaven sebagai pusat kegiatan perekonomian ekspor- impor, berupa hasil bumi dan kekayaan alam Sumbar terutama hasil tambang emas ‘hitam’ atau batubara.
Tidak hanya itu, semasa perang dunia I, banyak kapal-kapal perang negara-negara asal Eropa yang berlabuh di Emmahaven. Emmahaven menjadi pelabuhan paling besar di Pulau Sumatera selain yang ada di Pulau Jawa kala itu, Batavia dan Surabaya.
Sebelum jalur perdagangan, pelabuhan Teluk Bayur pada tahun 1797 atau pelabuhan Emmahavan pernah menjadi perebutan dalam perang antara Belanda vs Inggris. Pelabuhan Emmahaven pernah dilanda oleh bencana Tsunami pada tahun 1883 sehingga merusak area pelabuhan.
Kemudian, pemerintah kolonial Belanda berinisiatif membangun kembali pelabuhan Emmahaven ini seiiring dengan ditemukannya ’emas hitam’ di Sawahlunto.
Selain itu, Emmahaven merupakan pelabuhan pengganti dari pelabuhan Muaro Padang berlokasi di muara sungai Batang Arau, Kota Padang sebelumnya.
Sebagai pelabuhan internasional, Emmahaven ketika itu dibangun juga dilakukan pengerukan untuk memperoleh kedalaman ideal dan juga dilakukan reklamasi pantai untuk dermaga kapal. Material untuk reklamasi pantai dermaga kapal diperoleh material tanah dari bukit.
Lalu rel untuk lintasan Lori pengangkut Batubara dibangun menuju gudang dan kapal pengangkut di dermaga pelabuhan Emmahaven. Sebelum tahun 1890 juga dibangun konstruksi baja pengisian batubara yang dinamakan jembatan pengisian batubara.
Untuk mendukung operasional pelabuhan Emmahaven ketika itu, pulau Karsik yang terletak dilepas pantai Teluk Bayur digunakan untuk tempat perawatan kapal-kapal kecil.
Pelabuhan Emmahaven juga dipakai untuk mengangkut calon jemaah haji asal Sumbar, yang terdokumentasi pada tahun 1888. Calon jamaah haji asal Sumbar ini diangkut ke tanah suci Mekkah menggunakan kapal SS Voorwaarsrts.
Dipelabuhan Emmahaven juga didirikan kantor Douane sebelum tahun 1920 untuk memantau kapal-kapal yang berlabuh di Emmahaven.
