oleh: Fauzan Mukrim
Saya mengerti, mungkin terlalu muluk untuk berharap semua orang berkepala dingin dalam situasi begini. Kredo yang saya yakini, demonstrasi selalu melibatkan irasionalitas. Itulah sebabnya hampir semua demonstrasi dengan massa besar selalu dibumbui dengan penjarahan dan pembakaran.
Suasana batin manusia tidak pernah sama.
Kalau kamu cukup sandang pangan papan, barangkali akan biasa saja melihat Eko Patrio atau Uya Kuya joget-joget di parlemen, atau dikatai tolol oleh Sahroni. Tapi kan tidak semua orang begitu. Barangkali ia yang dulu merelakan satu hari kerjanya yang digaji di bawah UMR untuk pergi mencoblos di TPS, termasuk yang tidak bisa merasa biasa saja itu. Wajar mereka marah dan merasa terkhianati.
Semalam, kerusuhan masih berlanjut, bahkan sampai daerah. Bandung, Jogja, hingga Makassar yang paling parah. Kantor DPRD Makassar dibakar. Saya tidak tahu apakah itu gedung yang sama. Kalau iya, saya punya banyak kenangan di situ. Sejak 98, gedung-gedung itu sasaran demonstrasi kami. Di situ saya pernah dipopor senjata, ditembaki gas air mata, dikejar aparat sampai tidak tahu lagi sudah lari berapa kilo. Waktu itu saya masih langsing.
Saya memantau semua peristiwa itu dengan perasaan kacau.
Dan pagi ini, setelah memastikan tim malam aman dan tim subuh siap berangkat liputan, justru saya yang kesulitan pulang ke rumah. Transjakarta menyetop layanannya, tak ada satu pun bus. Ini imbas kerusuhan semalam. 7 halte dibakar oknum tak bertanggungjawab. Mungkin tidak tepat waktunya untuk bertanya mengapa mereka justru merusak fasilitas untuk warga biasa –yang kecil kemungkinan digunakan oleh Uya atau Nafa Urbach. Meski begitu, pikiran itu tetap melintas di kepalaku.
Tapi setelah ganti moda transportasi dan mengeluarkan biaya 10 kali lipat, setidaknya saya masih bisa sampai rumah dengan selamat.
Semalam, 3 orang di gedung DPRD Makassar tidak bisa pulang. Mereka terjebak kebakaran dan meninggal. Warga biasa. Berangkat bekerja, pulang dalam keranda.
Kalau aparat yang seharusnya memastikan semua warga aman tidak bisa menjalankan kewajibannya, mari kita ambil alih.
Kita yang saling jaga agar semua orang bisa pulang ke rumahnya dengan selamat.
Please.


