src: wikipedia+berbagai sumber
Sejak 25 Agustus 2025, unjuk rasa disertai kerusuhan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Unjuk rasa ini awalnya dipicu oleh protes terhadap adanya tunjangan baru bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yakni berupa tunjangan perumahan. Selain itu juga didorong oleh adanya kenaikan pajak bumi dan bangunan yang terjadi di beberapa wilayah, serta ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam mengatasi kesenjangan ekonomi dan kenaikan biaya hidup.
Linimasa
25 Agustus
Pada 25 Agustus 2025, unjuk rasa dengan tajuk Bubarkan DPR terjadi di depan Gedung DPR karena masalah anggaran DPR yang dinilai terlalu tinggi di tengah himpitan ekonomi masyarakat, selain itu massa juga menginginkan perubahan lainnya seperti terkait RUU Perampasan Aset.
Unjuk rasa juga terjadi ke Medan. Demonstrasi berubah ricuh ketika polisi memblokir akses jalan utama menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara. Para pengunjuk rasa merespons dengan membakar ban dan mendirikan barikade. Aparat keamanan menerjunkan satuan pengendali massa, yang menyebabkan puluhan orang luka-luka dari kedua belah pihak.
27 Agustus
Pada 27 Agustus, pengunjuk rasa di bawah komando Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tanjungpura menyerbu gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Barat, menyuarakan penolakan mereka terhadap kenaikan tunjangan anggota dewan. Lima belas pengunjuk rasa ditangkap oleh kepolisian daerah dengan dalih melakukan perlawanan dan perusakan fasilitas umum.
28 Agustus
Pada hari Kamis, 28 Agustus, ribuan pengunjuk rasa, terutama mahasiswa, aktivis politik, siswa SMA/SMK, dan anggota serikat buruh, bentrok dengan polisi di Jakarta di luar Gedung DPR.[72] Protes yang dipimpin oleh kelompok buruh seperti Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh (KSP-PB) memulai aksinya dengan enam tuntutan utama, yaitu mengakhiri alih daya, menaikkan upah minimum, menghentikan PHK massal, dan mereformasi pajak ketenagakerjaan.[73] Meskipun protes buruh awalnya berakhir damai, demonstrasi mahasiswa kemudian meningkat menjadi kekerasan.
Kekerasan memuncak pada malam hari ketika sebuah kendaraan lapis baja polisi menabrak dan menewaskan seorang ojek berusia 21 tahun bernama Affan Kurniawan di daerah Pejompongan. Insiden tragis ini, yang terekam dalam video dan menjadi viral, memicu kemarahan dan menyebabkan kerusuhan lebih lanjut. Sebagai tanggapan, kerumunan pengunjuk rasa, termasuk rekan-rekan ojek Kurniawan, berkumpul di Markas Brimob, membakar mobil dan melemparkan batu.
Di luar Jakarta, protes dengan tuntutan serupa juga terjadi di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Medan. Di Aceh, perwakilan buruh bertemu dengan pejabat pemerintah provinsi dan menuntut kenaikan upah minimum, penghapusan alih daya, dan pembentukan satuan tugas untuk menangani PHK sepihak.
29 Agustus
Pengojek daring berada di depan Mako Brimob yang berada di Kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, menuntut pertanggung jawaban atas meninggalnya Affan Kurniawan.
Protes berlanjut pada hari Jumat dengan para demonstran menuntut pertanggungjawaban atas kematian Affan Kurniawan. Seruan keadilan menyebar di media sosial, dan demonstrasi baru direncanakan di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia. Serikat Mahasiswa Seluruh Indonesia menyerukan protes terhadap kebrutalan polisi, sementara pemerintah provinsi Jakarta berjanji untuk membantu pemakaman Kurniawan.
Ratusan mahasiswa Universitas Indonesia menggelar demonstrasi di luar Mabes Polri, menuntut pencopotan Kapolri. Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia juga mengorganisir pawai dari FX Sudirman ke Mabes Polri, memprotes tindakan represif aparat. Polisi anti huru hara kembali menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa yang berkumpul di Mabes Brimob. Protes tersebut menyebabkan penutupan jalan-jalan utama, dan banyak perusahaan menginstruksikan karyawan mereka untuk bekerja dari rumah.
Menanggapi kerusuhan di depan markas Brigade Mobil, pasukan marinir dan pasukan Kostrad dikerahkan untuk membentuk barikade antara massa dan brigade mobil dan menenangkan para pengunjuk rasa. Anggota marinir dan Kostrad mengevakuasi delapan kendaraan yang terbakar dari lokasi protes. Asisten Intelijen Kostrad Brigadir Jenderal Muhammad Nas kemudian bernegosiasi dengan para pengemudi ojek daring, berjanji untuk menyampaikan tuntutan mereka kepada polisi nasional dan mendesak para demonstran untuk tidak memindahkan protes mereka ke tempat lain.
Unjuk rasa juga terjadi di luar Jakarta, seperti di Banda Aceh, Medan, Surabaya, Surakarta, Pontianak, Makassar, Gorontalo, Palu, Padang, Jambi, Bandung, Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, Kudus, Demak, Madiun, Tuban, Sidoarjo, Ngawi, Malang, Kediri, Blitar, Probolinggo, Jember, Banyuwangi, Palangka Raya, Kendari, dan Manado.
30 Agustus
Hingga Sabtu pagi, 30 Agustus 2025, unjuk rasa masih berlangsung di Jakarta, tetapi jumlahnya sebagian besar telah mereda setelah pukul 06.00. Ratusan orang masih berada di depan kompleks parlemen hingga pukul 05.00. Beberapa orang terlihat berteriak kepada petugas polisi yang berjaga di balik pagar DPR. Sejumlah pengguna jalan seperti taksi dan sepeda motor pengangkut pedagang sayur mulai melintasi Jalan Gatot Subroto di depan DPR yang sebelumnya ditutup oleh para demonstran.[146]
Pada dini hari tanggal 30 Agustus, Hotel Sahid Surabaya yang terletak di dekat Stasiun Gubeng, mengalami kerusakan yang cukup parah di tengah kekacauan yang menyebar dari unjuk rasa di gedung negara Grahadi.
Karena pembakaran dan vandalisme di tujuh halte bus, yakni halte Polda Metro Jaya, Senen Toyota Rangga, Senen Sentral, Senayan Bank Jakarta, dan Gerbang Pemuda, Transjakarta menghentikan layanan di semua rute pada pagi hari Sabtu, 30 Agustus 2025.
Orang-orang mulai berkumpul di depan kediaman pribadi Ahmad Sahroni di Tanjung Priok pada pukul 15.00 WIB meskipun ada pengawalan ketat di depan gang. Awalnya, para pengunjuk rasa datang untuk menyampaikan ketidakpuasan terhadap pernyataan Sahroni sebelumnya. Kerusuhan terjadi ketika beberapa pengunjuk rasa merusak gerbang depan rumah Sahroni dan mengambil barang-barang mewah dari dalam kediamannya, termasuk patung Iron Man seukuran manusia yang muncul dalam banyak rekaman. Tesla Model X dan Lexus RX450h+ milik Sahroni juga dirusak. Rekaman video dari lokasi kejadian juga menunjukkan uang dolar Singapura dibagikan kepada massa. Massa juga terdengar meneriakkan “Duit rakyat” ketika mereka mengeluarkan barang-barang mewah tersebut dari rumahnya. Selanjutnya rumah Eko Patrio dan Uya Kuya, tidak luput dari amukan massa.
31 Agustus
Pada pukul 01.41 WIB, penjarahan rumah-rumah pejabat publik kembali berlangsung dengan dijarahnya rumah Sri Mulyani di Bintaro Jaya Sektor 3A, Tangerang Selatan. Perhiasan, lukisan, dan aset-aset pribadi Sri Mulyani dicuri oleh masyarakat setempat. Situasi setelahnya dapat kondusif pada pukul 03.00 WIB dini hari.[181][182] Sejak tengah malam, para pengunjuk rasa juga berkumpul di depan kediaman pribadi Ketua DPR, Puan Maharani, di Menteng. Para pengunjuk rasa menuntut Puan untuk keluar dari kediamannya dan menemui para pengunjuk rasa, meskipun keberadaannya saat itu tidak diketahui.
Pukul 04.45 pagi, kediaman mantan suami Nafa Urbach, Zack Lee, yang dikira kediaman dari Nafa Urbach di Bintaro, Tangerang Selatan, juga dijarah oleh para pengunjuk rasa. Para petugas keamanan yang berjaga di area tersebut dikabarkan tak kuasa menahan massa yang berusaha menerobos masuk ke rumahnya karena jumlah mereka lebih banyak. Penjarahan hanya berlangsung selama 15 menit, dengan barang-barang yang paling banyak dijarah antara lain kulkas, pakaian bermerek, dan TV.
Pada siang harinya, Partai Nasdem memutuskan untuk menonaktifkan kedua anggota partainya sekaligus anggota DPR yang melakukan pernyataan kontroversial, yaitu Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Mereka resmi dinonaktifkan per tanggal 1 September 2025. Partai Nasdem beralasan bahwa mereka telah mendengarkan aspirasi masyarakat dan kedua anggota tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan perjuangan partai. Menyusul hal tersebut, dua anggota DPR lain yang melakukan tindakan kontroversial dinonaktifkan oleh PAN, yaitu Uya Kuya dan Eko Patrio. Sebelumnya, mereka juga telah meminta maaf dan terjadi penjarahan rumah mereka sepanjang tanggal 29 dan 30 Agustus 2025.
Pada pukul 12.10, Presiden Prabowo Subianto memanggil semua ketua partai koalisi pemerintah ke Istana Negara, termasuk Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Ahmad Muzani. Presiden juga memanggil ketua partai oposisi, termasuk Megawati Sukarnoputri dan Ketua DPR Puan Maharani. Setelah pertemuan ini, Prabowo mengumumkan bahwa para pemimpin fraksi parlemen telah sepakat untuk mencabut tunjangan perumahan dan juga memberlakukan moratorium perjalanan dinas ke luar negeri.
1 September
Sehubungan dengan rencana aksi unjuk rasa yang digelar oleh pengemudi ojek online di depan gedung DPR, polisi Jakarta menurunkan 5.369 personel gabungan untuk mengamankan gedung tersebut. Aksi kecil yang melibatkan organisasi mahasiswa dan elemen masyarakat sipil terjadi di depan pintu masuk utama gedung DPR, sementara pintu belakang gedung DPR relatif sepi. Aksi berjalan relatif damai, dengan mahasiswa menitikberatkan protes mereka kepada anggota DPR, bukan polisi.[199] Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), yang sebelumnya berencana bergabung dalam aksi, membatalkan keterlibatannya, dengan alasan kondisi keamanan. Hingga pukul 18.00, sebagian besar massa telah membubarkan diri.
3 September
Jakarta
Perwakilan dari badan eksekutif mahasiswa se-Indonesia yang dipimpin oleh Muzammil Ihsan, Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia bersama perwakilan lain seperti Abdul Hakim; perwakilan dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Agus Setiawan; ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia versi rektorat (BEM UI-Ungu), diundang ke Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk bertemu dengan Sufmi Dasco Ahmad dan anggota dewan lainnya. Dalam pertemuan ini, Agus membahas tuntutan mahasiswa terkait Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, tunjangan bagi anggota dewan, serta mempertanyakan klaim Prabowo mengenai dugaan “tindakan makar terhadap negara” oleh para demonstran selama aksi unjuk rasa dalam sepekan terakhir. Selain tuntutan Agus, Muzammil juga menambahkan tuntutan mengenai realisasi penyediaan 19 juta lapangan kerja yang dijanjikan Wakil Presiden Gibran. Namun, sesi audiensi memanas ketika giliran Abdul Hakim berbicara, karena ia dengan tegas meminta Dasco segera menghubungi Kapolri Listyo Sigit untuk membebaskan demonstran yang masih ditahan.
4 September
Jakarta
Para penggagas 17+8 Tuntutan menggelar demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR, membacakan seluruh tuntutan dan mengeluarkan ultimatum agar tuntutan tersebut dipenuhi. Dokumen yang memuat tuntutan tersebut kemudian diberikan kepada anggota Andre Rosiade dari Partai Gerindra dan Rieke Diah Pitaloka dari PDI-P, yang berjanji akan menyerahkan dokumen tersebut kepada pimpinan parlemen. Menanggapi kritik bahwa tenggat waktu 17 tuntutan tersebut dinilai terlalu cepat, Andovi da Lopez mengatakan kepada wartawan bahwa pada saat Unjuk rasa RUU Pilkada, DPR mampu meredakan situasi dengan merevisi undang-undang hanya dalam satu malam, yang menunjukkan bahwa pemerintah dapat memenuhi 17 tuntutan tersebut jika mereka “benar-benar memiliki kemauan untuk melakukannya”.
Korban Kerusuhan
Sebanyak 10 orang menjadi korban tewas selama rangkaian demonstrasi di pekan terakhir bulan Agustus 2025. Berdasarkan informasi yang disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), beberapa korban tewas diduga meninggal karena mendapat kekerasan dan penyiksaan oleh aparat.
- Affan Kurniawan, Jakarta;
- Sarina Wati, Makassar;
- Saiful Akbar, Makassar;
- Muhammad Akbar Basri, Makassar;
- Rusdamdiansyah, Makassar.
- Sumari, Solo;
- Rheza Sendy Pratama, Yogyakarta;
- Andika Lutfi Falah, Jakarta;
- Iko Juliant Junior, Semarang;
- Septinus Sesa, Manokwari.

