OJIGI

sumber: wikipedia

Membungkuk di Jepang (お辞儀, Ojigi ) adalah tindakan menundukkan kepala atau bagian atas tubuh, yang umumnya digunakan sebagai tanda salam, penghormatan, permintaan maaf atau rasa terima kasih dalam situasi sosial atau keagamaan.

Secara historis, ojigi sangat erat kaitannya dengan samurai . Kebangkitan kelas prajurit pada periode Kamakura (1185–1333) menyebabkan terbentuknya banyak manual yang disiplin tentang etiket prajurit, yang berisi instruksi tentang cara yang tepat untuk membungkuk bagi samurai.

Dilakukan oleh kedua belah pihak

Ojigi, atau tradisi membungkuk di Jepang, pada dasarnya dilakukan oleh kedua belah pihak yang saling berinteraksi. Ojigi merupakan bentuk komunikasi sosial dan penghormatan, yang maknanya dapat berbeda-beda tergantung pada situasi dan lawan bicara. 

Beberapa poin penting terkait ojigi yang dilakukan oleh kedua belah pihak:

  • Balasan penghormatan: Saat seseorang melakukan ojigi, pihak yang diajak bicara biasanya akan membalas dengan membungkuk juga sebagai tanda respek.
  • Kedalaman bungkukan: Kedalaman bungkukan dapat berbeda antara kedua belah pihak, tergantung pada status sosial, usia, atau hubungan mereka. Bungkukan yang lebih dalam dan lama menunjukkan penghormatan yang lebih besar kepada lawan bicara.
  • Kesetaraan: Praktik saling membungkuk ini menunjukkan bahwa kedua pihak saling menghormati, tidak hanya dari bawahan kepada atasan atau murid kepada guru saja.
  • Fungsi: Ojigi tidak hanya digunakan untuk menyapa, tetapi juga untuk mengungkapkan rasa terima kasih, meminta maaf, atau memohon sesuatu. Dalam setiap situasi ini, kedua pihak akan terlibat dalam interaksi membungkuk. 

Secara ringkas, tradisi ojigi mencerminkan budaya Jepang yang sangat menjunjung tinggi kesopanan dan saling menghormati dalam setiap interaksi sosial. 

==========

oleh: Hasanudin Abdurakhman

Dari kemarin banyak yang bertanya atau mencoba membuat perbandingan antara tradisi ngesot dengan tradisi memberi hormat dalam budaya Jepang. Nama tradisi itu adalah “ojigi”.

Betul, orang Jepang punya tradisi menghormati orang dengan membungkuk. Itu dilakukan tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Ada pula ojigi yang dilakukan sambil duduk. Orang membungkuk seperti bersujud.

Nah, perlu saya luruskan bahwa tradisi ojigi tidak dilakukan oleh orang yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi. Misalnya, murid kepada guru, atau bawahan kepada atasan. Ojigi dilakukan oleh kedua pihak.

Saya waktu bertemu dengan Sensei langsung membungkuk hormat. Sensei juga membungkuk menghormati saya. Dia guru saya, lebih tua dari saya, tapi dia juga membungkuk kepada saya.

Jadi tidak bisa disamakan dengan santri yang ngesot untuk menghormati kiyai. Beda gaya.

Tapi benar bahwa keduanya bagian dari adat. Artinya, tidak ada yang salah. Tidak ada yang salah kalau orang masih mau memelihara adat itu. Tidak salah juga kalau tidak mau memakainya lagi.

Leave a comment