Skizofrenia Bisa Pulih, tapi Budaya Kita Menghambat

Skizofrenia Bisa Pulih, tapi Budaya Kita Menghambat
Malaka Project – dr. Jiemi Ardian

Dalam episode Kelas Pakar Malaka Project, dr. Jiemi Ardian membahas bagaimana kepercayaan pada dukun sering membuat penanganan gangguan jiwa seperti skizofrenia terlambat. Ia menceritakan kisah nyata seorang pasien yang bertahun-tahun dibawa ke “orang pintar” hingga keluarga jatuh miskin, padahal penyakitnya bisa ditangani sejak awal.

Ia juga menegaskan pentingnya penanganan medis dan mengajak masyarakat mengubah pandangan terhadap kesehatan jiwa agar lebih banyak orang bisa pulih dan kembali hidup normal.


Indonesia disebut sebagai negara dengan kasus skizofrenia tertinggi di dunia berdasarkan data Disability Adjusted Life Years (DALY). Data dari Cross River Therapy juga menempatkan Indonesia pada peringkat pertama dengan jumlah penderita terbanyak secara global. 

Fakta-fakta terkait prevalensi skizofrenia di Indonesia:

Pentingnya Deteksi Dini: Gejala awal seperti halusinasi atau menarik diri sering diabaikan, padahal deteksi dini dan penanganan yang cepat dapat meningkatkan peluang sembuh

Peringkat Pertama di Dunia: Berdasarkan data Disability Adjusted Life Years (DALY) dan laporan dari Cross River Therapy, Indonesia menempati peringkat pertama dalam jumlah kasus skizofrenia di dunia.

Jumlah Penderita: Indonesia memiliki 829.735 penderita skizofrenia, yang merupakan jumlah tertinggi di dunia.

Data Riskesdas 2018: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 mencatat prevalensi skizofrenia/psikosis sekitar 6,7 per 1.000 rumah tangga.

Kondisi Sosial: Masyarakat Indonesia sering kali mengaitkan skizofrenia dengan hal mistis atau ibadah, sehingga memperburuk kondisi penanganan kesehatan mental. Selain itu, ada juga kasus pasung pada penderita skizofrenia.

Apa penyebab skizofrenia?

Penyebab munculnya gangguan ini adalah adanya ketidakseimbangan zat biokimia (neurotransmiter) di dalam saraf otak penderita. Beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tersebut antara lain adalah:

  • Faktor genetik, mereka yang memiliki anggota keluarga yang menderita masalah/gangguan kejiwaan lebih rentan untuk terkena gangguan skizofrenia;
  • Adanya penyakit yang berat sebelumnya seperti kejang, penyakit tiroid, riwayat trauma kepala; penggunaan narkoba;
  • Situasi kehidupan yang berat yang menjadi stresor secara psikologis seperti adanya kekecewaan, keinginan yang tidak tercapai, kehilangan, dll.

Apa saja tanda dan gejala skizofrenia?

Gangguan skizofrenia ditandai dengan adanya beberapa perubahan dalam sikap, perilaku, dan pikiran dari penderita, yaitu

1. Adanya halusinasi

Seperti mendengar suara-suara bisikan, melihat bayangan, mencium bau-bau, merasa ada sesuatu di kulitnya, merasa rasa-rasa di lidah yang semuanya tidak ada sumbernya;

2. Adanya waham/delusi

Keyakinan/persepsi yang salah seperti : yakin ada yang mau membunuh/ berbuat jahat, yakin ada yang memperhatikan, membicarakannya, merasa dirinya adalah sosok yang hebat dan punya kekuatan tertentu, cemburu/ curiga yang berlebihan;

3. Pembicaraan tidak nyambung/ngaco

Yang bersangkutan sulit memahami yang kita bicarakan demikian juga sebaliknya;

4. Emosi yang tidak stabil

Kadang marah, bisa juga jadi mengisolasi diri, tidak mau bersosialisasi

5. Gangguan pada fungsi kognitif

Menurunnya kemampuan untuk fokus, konsentrasi, memori, memecahkan masalah, psikomotor dan kelancaran verbal

Semua gejala di atas merupakan akibat dari proses kimiawi yang terjadi di dalam saraf otaknya.

Apa saja mitos tentang skizofrenia?

Beberapa mitos atau pendapat yang salah di masyarakat yaitu skizofrenia adalah penyakit kutukan, akibat santet, guna-guna, kurang iman, dibuat-buat. Berdasarkan penelitian medis jelas terlihat bahwa ini adalah penyakit medis yang bila diterapi dengan cepat dan tepat bisa memberikan kesembuhan yang diharapkan.

Hidup bersama dengan orang dengan skizofrenia bukanlah suatu hal yang tidak mungkin karena setiap pasien memiliki harapan untuk sembuh bila mengikuti strategi terapi yang diberikan.

Bagaimana skizofrenia bisa disembuhkan?

Ada 3 pilar tata laksana skizofrenia, yaitu:

1. Farmakologi (obat-obatan)

Obat-obatan yang diberikan termasuk ke dalam golongan anti psikotik yaitu obat yang bila digunakan bisa menstabilkan kembali zat kimia di otak penderitanya. Ada 2 golongan obat yang digunakan yaitu generasi lama dan generasi baru yang memiliki manfaat/ khasiat yang sama, hanya berbeda pada efek samping dan spektrum terapinya.  Pemberian obat anti psikotik untuk skizofrenia ini bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu : tablet dan sirup yang diminum, suntik jangka pendek, dan suntik jangka panjang.

2. Psikoterapi (terapi dengan percakapan)

Psikoterapi adalah suatu bentuk terapi dengan percakapan, pasien-pasien skizofrenia membutuhkan suatu percakapan yang produktif dan konstruktif untuk mengubah sudut pandangnya terhadap suatu hal sehingga dia bisa memiliki cara berpikir yang baru dalam menghadapi kehidupan.

3. Rehabilitasi psikososial (mengembalikan fungsi-fungsi yang sudah hilang).

Rehabilitasi psikososial memegang peranan penting dalam terapi skizofrenia karena pasien biasanya memiliki banyak disabilitas yang membuatnya tidak bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, kemampuan mengurus diri, berkomunikasi, dan merencanakan sesuatu. Rehabilitasi paikososial terdiri dari berbagai upaya program yang memperlengkapi pasien dengan skizofrenia agar mampu kembali ke masyarakat dan berfungsi serta produktif dalam hidupnya. Beberapa terapi yang diberikan berupa latihan keterampilan sosial, latihan okupasi dan vokasional, psikoedukasi, remediasi kognitif, dukungan pekerjaan, dll. Itu semua akan membuat pasien kembali pada fungsinya yang semula sehingga masa depan yang cerah bisa diraih.

Hidup bersama skizofrenia tidak hanya harapan bagi pasien yang menderita gangguan ini tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat. Mari kita wujudkan bersama hak-hak para penderita skizofrenia dan hidup bersama mereka dalam meraih harapan yang dicita citakan. Harapan itu ada, mari berusaha, berjuang,sabar, tekun dan fokus mencapai pemulihan.

“Disability is where we start, recovery is our destination and Rehabilitation is the road”

“Diawali dengan disabilitas, pemulihan sebagai tujuannya dan rehabilitasi adalah jalan menuju pemulihan tersebut”

(sumber: RS Marzoeki Mahdi)