Tengku Rizal Nurdin

sumber: wikipedia+IG Pituluik

Tengku Rizal Nurdin ((lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 21 Februari 1948) adalah Gubernur Sumatera Utara ke-13 yang menjabat dari tahun 1998 hingga meninggal dunia pada 5 September 2005 saat sedang bertugas dalam periode keduanya (2003–2008). Sebelum menjadi gubernur, dia pensiun saat menjabat Pangdam I/Bukit Barisan pada tahun 1997 dengan pangkat Mayor Jenderal. Nurdin terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara pada 15 Juni 1998. Jabatan Gubernur Sumut untuk periode kedua disandangnya pada 24 Maret 2003, dan seharusnya berakhir pada 15 Juni 2008.

Tengku Rizal Nurdin yang berdarah Melayu dan Minang ini, merupakan kakak kandung dari Tengku Erry Nuradi, gubernur Sumatera Utara periode 2016-2018. Dari pernikahannya dengan Hj. N.R. Siti Maryam (lahir tahun 1948), Rizal memperoleh dua orang putri, yaitu T. Armilla Madiana dan T. Arisma Mellina. Selain itu, Rizal Nurdin juga pernah menjabat sebagai Ketua KONI Sumut.

Meninggal Dunia
Ia meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat Mandala Airlines pada 5 September 2005 di Medan. Saat itu ia sedang berada dalam perjalanan untuk menghadiri rapat mendadak dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada malam harinya.

Tengku Rizal Nurdin dianugerahi Bintang Mahaputra oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 November 2005 berkaitan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2005 dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 083/TK/2005.


Mengenang Peran Alm. Tengku Rizal Nurdin (Gubsu) dalam Penanganan Tsunami Aceh

Tengku Rizal Nurdin, seorang putra Minang yang lahir di Bukittinggi, dikenal sebagai tokoh multitalenta, perpaduan antara disiplin militer dan kearifan sipil. Meskipun menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), namanya melekat erat dalam sejarah respons kemanusiaan atas tragedi Tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004.

Peran dan kepemimpinan beliau dalam mengelola bantuan darurat dari Medan ke Aceh menjadi kisah yang layak dikenang.

Respon Kilat Gubernur Sumatera Utara
Ketika gempa dahsyat dan Tsunami menghantam Aceh, Tengku Rizal Nurdin sebagai kepala daerah tetangga tidak menunggu instruksi resmi dari pusat.

Beliau mengambil inisiatif cepat untuk menjadikan Sumatera Utara, khususnya Kota Medan dan pangkalan udara di sana, sebagai gerbang utama (hub) bantuan kemanusiaan skala nasional dan internasional.

• Pembentukan Posko Terpadu: Gubsu Rizal Nurdin dengan sigap membentuk posko terpadu di Lanud Soewondo (saat itu masih bernama Lanud Polonia) di Medan. Posko ini menjadi pusat koordinasi yang efektif untuk arus masuk dan keluar logistik, personel medis, relawan, hingga bantuan asing.

• Akses Prioritas Logistik: Menyadari kebutuhan darurat para korban di Aceh, beliau memastikan bahwa semua bahan makanan, minuman, obat-obatan, dan perlengkapan lain yang tiba di Medan segera mendapat prioritas untuk diterbangkan atau dikirimkan melalui jalur darat ke Aceh. Beliau bahkan terjun langsung mengawasi proses loading dan unloading barang bantuan.

Melampaui Batas Administrasi
Keputusan Tengku Rizal Nurdin untuk totalitas membantu Aceh menunjukkan semangat solidaritas dan kepemimpinan yang melampaui batas administrasi Provinsi. Walaupun Sumatera Utara tidak terdampak Tsunami secara langsung, beliau melihat tragedi Aceh sebagai tanggung jawab bersama.

Sikap beliau yang tegas, cepat, dan terorganisir, yang merupakan cerminan dari latar belakang militernya sebagai Mayor Jenderal TNI (Purn.), sangat krusial dalam masa-masa kekacauan pasca-bencana. Kehadiran beliau memberikan kepastian dan harapan, baik bagi relawan yang bekerja di Medan maupun bagi para korban yang menanti di Aceh.

Warisan Kepemimpinan yang Dikenang
Tengku Rizal Nurdin menutup usianya secara tragis dalam tugas. Beliau gugur dalam kecelakaan pesawat Mandala Airlines pada 5 September 2005, saat dalam perjalanan dinas kembali ke Jakarta. Kepergiannya yang mendadak meninggalkan duka mendalam, tetapi warisan kepemimpinan dan kemanusiaannya tetap abadi.

Perannya yang vital dalam memastikan kelancaran bantuan Tsunami Aceh menjadi salah satu catatan emas yang menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang keberanian mengambil keputusan, bertindak cepat dalam krisis, dan menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya, sebuah etos yang dia junjung tinggi hingga akhir hayatnya.

Sumber:
• Kompasiana, “Mengenang Peran Alm. T. Rizal Nurdin (Gubsu) dalam Penanganan Tsunami Aceh”