Senyum Karyamin

Si paruh udang kembali melintas cepat dengan suara mencecet. Karyamin tak lagi membencinya karena sadar, burung yang demikian sibuk pasti sedang mencari makan buat anak-anaknya dalam sarang entah di mana. Karyamin membayangkan anak-anak si paruh udang sedang meringkuk lemah dalam sarang yang dibangun dalam tanah di sebuah tebing yang terlindung. Angin kembali bertiup. Daun-daun jati beterbangan dan beberapa di antaranya jatuh ke permukaan sungai. Daun-daun itu selalu saja bergerak menentang arus karena dorongan angin.

“Jadi, kamu sungguh tak mau makan, Min?” tanya Saidah ketika melihat Karyamin bangkit.

“Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat lenganmu habis karena utang-utangku dan kawan-kawan.”

Continue reading