Ibu Mendulang Anak Berlari | Cyntha Hariadi

Book Cover

oleh: Evan Dewangga (goodreads)

“Ibuku melahirkanku
sebagai seorang anak
anakku melahirkanku
sebagai seorang ibu”

Baik, semua buku yang sampai membuat saya terharu, bahkan “mbrambang”, saya beri rating 5/5. Cyntha Hariadi dengan bahasa sederhana, bisa mengajak pembacanya menjadi ibu, merasakan ibu. Tak ubahnya saya teringat dengan ibu saya terus saat membaca ini, hampir semua puisi “relatable”. Bahasanya lugas, menerangkan ambiguitas perasaan.

Bahasa ibu kepada anak dan anak kepada ibu menjadi gaya utama. Hingga puisi terbaik disimpan di akhir, “Ibu Mendulang Anak Berlari”, gebyar emosi tertumpah deras. Haru melanda, indah nian, salah satu puisi yang tidak akan saya lupakan.

_________________

oleh : Mikael (goodreads)

Sebuah kelahiran kembali seorang perempuan dari menjadi seorang Ibu menjadi Aku lagi.

Seperti ditanyakan sendiri oleh penyairnya di puisi “Pertanyaan”: “Bila aku tak mampu lagi mencinta, bisakah aku hanya menjadi aku?”

Penyair perempuan adalah kaum yang (di)marginal(kan) dalam skena Penyair Indonesia, apalagi penyair perempuan yang menulis puisi tentang hal-hal yang dianggap sebagai hal-hal “perempuan”, dari mengurusi laundry, mengasuh anak, sampai mengurusi laundry lagi.

Di blurbs buku Nostalgi = Transendensi Toeti Heraty, tertulis klaim “penyair wanita Indonesia dapat dihitung dengan jari. Setelah berumah tangga, biasanya penyair wanita Indonesia memasuki ‘masa pensiun’ alias tidak menulis sajak lagi.”

Saya tidak percaya. Kemungkinan besar blurb seksis ini ditulis oleh seorang laki-laki yang tidak bisa menghitung jarinya sendiri. Isma Sawitri, Poppy D. Hutagalung, Rayani Sriwidodo, Toeti Heraty, Abidah El Khalieqi, Anil Hukma, Cok Sawitri, Dorothea Rosa Herliany, Medy Loekito, Nenden Lilis A., Oka Rusmini, Sirikit Syah, Dina Octaviani, Nur Wahida, Shantinned, Shinta Febriany, Putu Vivi Lestari. Itu sudah 17 nama! Dan baru yang dimuat dalam satu antologi Selendang Pelangi yang dikumpulkan Toeti Heraty sendiri.

Confessional poetry adalah puisi tentang kehidupan personal si “Aku,” jadi bukan (hanya) “Aku lirik”, tapi (juga) “Aku biopic”. Subyek confessional poetry adalah pengalaman-pengalaman pribadi, trauma, depresi, relationshits, yang diolah dalam gaya yang otobiografis.

Sajak-sajak confessional tentang pengalaman-pengalaman pribadi, depresi, trauma, histeria, sekaligus euforia menjadi Ibu dalam Ibu Mendulang Anak Berlari karya Cyntha Hariadi juga diolah dalam gaya otobiografis seperti ini. Banyak sekali puisi dalam buku ini ditulis dalam bentuk potongan-potongan jurnal, dongeng mini, to-do wejangan seorang Ibu tentang dan untuk anaknya, dialog antara Ibu dan Anak, atau lebih sering Ibu ngomong sendiri kepada anaknya yang belum bisa menjawab “segala kegelisahan si Ibu dengan kata-kata yang ia harapkan”. Sebuah Medela confessionals, if you will.

Secara filosofis cara Cyntha mengolah pengalaman-pengalamannya menjadi Ibu, menurut petunjuk yang diberikan dalam dua epigraf bukunya, dipengaruhi oleh Adrienne Rich, penyair dan feminis gelombang kedua legendaris yang juga menggunakan pengalamannya menjadi Ibu sebagai titik-loncat untuk mengkritisi ketimpangan antara pengalaman IRL menjadi Ibu dan idealisme tentang Ibu yang diciptakan dan dilestarikan oleh budaya yang patriarkal. Lebih Sylvia Plath daripada Female Daily!

“Darinya [hubungan Ibu-Anak] tumbuh akar kisah-kisah tentang
ketergantungan antar manusia yang paling dalam
dan keterasingan yang paling kelam.” (Adrienne Rich, Of Woman Born, diterjemahkan sendiri oleh Cyntha sebagai salah satu epigraf bukunya)

Of Woman Born adalah salah satu analisis feminis pertama tentang Ibuisme sebagai sebuah institusi. Seperti Ibu Mendulang Anak Berlari, Of Woman Born juga diawali dengan potongan-potongan jurnal Adrienne waktu membesarkan ketiga anaknya.
Bandingkan:

“My children cause me the most exquisite suffering of which I have any experience. It is the suffering of ambivalence: the murderous alternation between bitter resentment and raw-edged nerves, and blissful gratification and tenderness.” (Adrienne Rich, Of Woman Born)

dengan:

“Kepolosan yang selalu mengejutkan
seperti api disiram air meninggalkan ibu berasap.
Ibu berkata dalam hati
dekat bau tahi, jauh memang jadi wangi.” (“Hotel”)

atau

“… kau menjerit
seakan kau hendak kujerat.

… tubuhmu meronta
seakan aku hendak menyembelihmu.” (“Menghangatkanmu”)

Secara puitis, bisa ditarik benang merah dari puisi-puisi Toeti Heraty sampai ke puisi-puisi Cyntha. Keduanya menulis puisi-puisi confessional tentang kehidupan perempuan Jakarta kelas menengah (Cyntha) ke atas (Madame Toeti) dalam bahasa sehari-hari yang sarat ironi.
Bandingkan:

“hari ini minggu pagi kulihat tiga wanita tadi
berjalan lambat karena kainnya kain berwiru” (“Wanita”, Toeti Heraty)

dengan

“Wanita itu perkasa
rambutnya tak goyah menutupi mata…
pakaiannya licin dan berwibawa…
sepatunya lancip dan tinggi, ia sejajar dengan para lelaki.” (“Pergulatan”, Cyntha Hariadi — pergulatan dalam puisi ini sebenarnya antara superwanita/first-wave feminist di atas dengan sosok third-wave postcolonial femmo “perempuan baik [yang] rambutnya mengikuti arah angin, sepatunya datar, supaya dekat ke tanah dan sejajar dengan segala yang kecil…. Wanita itu dan perempuan ini orang yang sama”.)

Atau

“benda-benda mesra

bola usang dan beruang tercinta
sepatu merah yang telah lepas-lepas
kulitnya” (“Selesai”, Toeti Heraty)

dengan

“aneka boneka binatang ternak dan buas,
biskuit, separuh kepala, sebelah tangan
dan sebelah kakiku” (“Beres-beres”, Cyntha Hariadi)

Kedua penyair perempuan ini menulis tentang hal-hal dan peristiwa-peristiwa domestik yang tidak (dibolehkan) ambil bagian dalam dunia Puisi Indonesia, tentang cocktail party (Madame Toeti) dan spidol dan kertas (Cyntha), tentang cerita-cerita personal “remeh-temeh” yang mereka sulam/sulap menjadi kritik politik yang tajam terhadap (Puisi) Indonesia yang didominasi laki-laki. Cuplikan di bawah ini mungkin bisa dijadikan manifesto buat domestic confessional poets yang mengikuti jejak Toeti dan Cyntha di masa depan:

“Tulis apa saja yang ada di otakmu atau yang tak ada.
Aku pilih yang tak ada karena aku tahu sebenarnya ada.

lalu aku ingat: harus ambil cucian di bawah. (“Kosong”)

___________________

oleh: Rani Rachman

Selain buku kumpulan cerita pendek aku juga tipe yang jarang banget ngoleksi buku kumpulan puisi. Biasanya kalau punya di kasih orang atau pas beli buku dapet bonus buku puisi gitu. Tapi waktu itu pas ikutan Jastip kalau nggak salah di rekomendasiin buku kumpulan puisi ini, dan pas baca judulnya jujur langsung tertarik sih, kayaknya bakalan bermakna dan dalam banget isinya.

Dan benar aja, ‘Ibu Mendulang Anak Berlari karya Cyntha Hariadi yang menjadi juara ke tiga Sayembara Manuskrip Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta tahun 2015 ini, walaupun menggunakan kata sederhana (bukan kata-kata dewa tingkat tinggi hehe), tapi pas baca kerasa banget dari pemilihan kata dan penyampaiannya penuh makna, beberapa malah bikin wah berani ya kata-katanya.

Di buka dengan puisi, ‘Anak Perempuan’ dan di tutup dengan puisi utamanya ‘Ibu Mendulang Anak Berlari’ menurutku sangat pas banget. Kumpulan puisi yang sebagian besar membahas tentang Ibu yang jujur bikin terenyuh, bahasan tentang anak dan perempuan yang pas aku bacanya berasa related hehe dan tentu saja tema parenting yang kuat banget, berasa ngikat banget aku sebagai pembaca.

Dari 62 judul puisi yang ada di buku ini, yang ku suka dan ngasih makna yang dalam banget buat aku itu, pertama yang judulnya ‘Hotel’ asli puisi ini (kalau aku nggak salah nangkap) kayak menyuarakan jadi seorang Ibu kadang juga bisa lelah dan pengen kabur aja tapi ujung-ujungnya tetap balik nggak tega. Puisi ke dua yang judulnya ‘Duduk dan Berpikir’ singkat sih puisinya tapi juga dalam banget, puisi yang mengapresiasi sosok perempuan banget, betapa pentingnya perempuan sebagai seorang Ibu dan Istri.

Dan tentu aja puisi penutup sekaligus inti buku puisi ini yang judulnya ‘Ibu Mendulang Anak Berlari’, jadi penutup yang epik dan dalam banget maknanya, suka banget. Kalau aku bisa bilang buku ini sederhana tapi maknanya dalam banget, seperti sosok seorang Ibu, dengan kesederhanaannya tapi sangat berperan penting dalam hidup kita sebagai anak.

Judul: Ibu Mendulang Anak Berlari
Penulis: Cyntha Hariadi
Penerbit : GPU
Halaman: 89 halaman