Impian Empat Musim

Tanti, aku minta maaf kita tidak bisa bertemu di kepulanganmu kali ini. Kamu dan aku sama-sama sibuk, setiap akhir pekan aku harus pulang ke Solo karena Orin sudah mulai masuk sekolah. 

Jika semuanya lancar tak lama lagi Orin akan memiliki seorang ibu, namanya Titik. Kelak akan kuajak berkenalan denganmu, jangan kaget karena  Orin bilang wajah Titik teramat mirip denganmu, Tanti..

Sekali lagi aku minta maaf, bahkan mengantarmu ke bandara besok pagi aku tidak sempat. Mungkin mengecewakanmu, hanya doa semoga setiap langkahmu senantiasa dimudahkan Allah SWT. Dan tolong, sampaikan salam hormatku untuk Bapak.

Salam,
Danang

Jemari Tanti bergetar hebat membaca pesan tersebut dari  layar  kecil yang berada di genggamannya. Perlahan air mata turun bergulir ke pipinya yang serta merta pucat. Harapan yang masih terus disimpannya selama empat musim di negeri matahari terbit itu terbang melayang seketika.

Orin. Senyum seorang gadis kecil  melintas di benaknya, sungguh tidak sulit untuk mencintai malaikat mungil itu. Tanti menggelengkan kepala, ada rasa nyeri yang meruyak di dada. Namun ia tahu bahwa tak satupun bisa disalahkan, semua ini adalah konsekuensi atas pilihannya sendiri setahun  lalu. Ia yang tak bisa segera memenuhi pinta Danang untuk menjadi ibu bagi Orin, karena ia memilih tugas belajar ke Jepang. Tanti sadar, tidak adil bagi Danang dan Orin jika harus menunggunya terlalu lama.

Mata Tanti berlinang-linang. Dadanya terasa amat sesak. Kenyataan bahwa tidak ada lagi yang bisa diharapkannya sekarang, terasa amat menyakitkan. Danang dan Orin, dua hal yang terindah itu takkan pernah dimilikinya. Ia merasa terhempas ke jurang yang maha dalam.

“Tanti, sudah selesai belum? kok lama betul, nduk..?” suara Bapak yang sedari tadi menunggunya untuk mengepak barang menyadarkan Tanti seketika. Ah, apakah lelaki itu tahu betapa anaknya kini benar-benar hancur? Tanti menghapus air matanya segera.  Biarlah, Bapak tidak perlu tahu. Dihelanya napas kuat, lalu bergegas keluar.

Ya, kini semuanya telah usai..
Tanti pun mencoba tersenyum ketika dilihatnya Bapak tersenyum padanya.

langit jingga Jakarta, menuju bandara pagi ini
sampai bertemu lagi, usai empat musim mendatang

sayonara.