
Oleh: kalis.mardiasih (salin rekat dari Instagram)
Aisyah memprotes Abu Hurairah dan menjadi penyambung suara perempuan
Suatu hari datang dua laki-laki kepada Sayyidah Aisyah RA menyampaikan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata, tiga sumber kesialan hidup adalah kuda, perempuan dan rumah.
Aisyah marah dan spontan berujar, “Abu Hurairah salah. Rasulullah tidak pernah berkata seperti itu!” Konon, dalam sebuah pengajian, Abu Hurairah datang terlambat. Ketika itu Rasul menyampaikan perilaku dan cara pandang penduduk jahiliyah, yang menganggap perempuan adalah salah satu dari tiga hal yang membuat sial. Tapi karena tidak menyimak dengan utuh, Abu Hurairah jadi mengambil separuhnya saja dari kalimat Rasulullah Saw.
Dalam kisah lain, ada beberapa redaksi hadist, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Abu Dawud hingga Ibnu Majah, berbunyi: “Yang menjadi sebab putusnya solat, yaitu lewatnya perempuan, keledai dan anjing.” Sayyidah Aisyah juga memprotes redaksi tersebut. Ia tak terima perempuan disetarakan dengan keledai dan anjing. Ia lalu memberi kesaksian, ketika Nabi salat, ia tidur di atas kasur yang posisinya terletak antara Nabi dan kiblat dan Nabi tak ada masalah.
Kenapa Aisyah dapat mengajukan gugatan-gugatan itu? Pertama, karena ia perempuan. Karena suaranya otentik, mewakili tubuh yang memiliki pengalaman perempuan, di mana sensitifitas itu tidak ada pada periwayat hadist laki-laki, meski semuanya tidak ada unsur jarh.
Kedua, karena ia memiliki power. Aisyah bukan hanya istri Rasulullah dan putri Abu Bakar, seperti yang digambarkan pada lirik lagu yang sedang viral itu. Aisyah adalah dirinya sendiri. Ia meriwayatkan 2200-an hadist. Ia perempuan pertama yang mengajar untuk perempuan dan untuk laki-laki. Gelarnya adalah As Siddhiqah, the most truthful. Ia menguasai sastra, faraidh, hukum, hingga menjadi rujukan bertanya para sahabat laki-laki.
Banyak perempuan datang kepada Aisyah untuk menyampaikan keluhannya, tak hanya soal kekerasan dalam rumah tangga, tapi juga soal-soal eskatologis. Aisyah yang membawa pertanyaan-pertanyaan itu kepada Nabi, hingga Nabi menjawabnya dengan pandangan yang sangat responsif gender.
Situasi ini mengingatkan saya ketika Gus Dur menjadi Presiden, lalu karena Ibu Sinta Nuriyah adalah aktivis perempuan dan ketika itu sedang Magister di Kajian Wanita UI, lalu bisik-bisik kepada Gus Dur, hingga terbitlah instruksi Presiden no. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Aisyah adalah simbol suara perempuan yang tervalidasi pada masa di mana kontruksi sosial masyarakatnya sangat misoginis. Aisyah adalah sosok antidot, simbol perlawanan yang hidup untuk diseminasi pengetahuan Islam yang ditafsirkan misoginis. Ia punya kuasa itu, sebab ia ada di dekat Nabi selama di Madinah, saat proses pewahyuan berlangsung.
