
Ketidakcocokan Indi dengan sang nenek terutama disebabkan oleh sejumlah besar anjing peliharaan neneknya. Perhatian nenek hanya tercurah pada anjing-anjing, bukan pada cucu.
Setelah menyelesaikan kuliah, masa vakum mencari kerja diisi oleh Indi dengan usaha pendekatan hubungan cucu-nenek. Usaha ini gagal. Indi keluar dari rumah neneknya dengan membawa dendam pada anjing.
Awal menempuh karier dijalaninya di Jakarta. Bersama kedua kawan pondokannya, Maya dan Wawa, mereka menyatakan diri sebagai wakil era kebangkitan wanita. Wanita jaman sekarang dituntut untuk aktif, bekerja dan mandiri. Hubungan diantara mereka sangat akrab.
Dalam perjalanan waktu, satu demi satu kawannya pergi dan menikah. Indi terus mengejar karier. Dalam kesepian karena merasa ditinggalkan, Indi menemukan seekor anjing kecil yang siap dirajam oleh sekelompok orang. Indi bercermin diri di dalam anjing itu. Dia melihat kesendiriannya dalam kesendirian anjing itu. Ini menjadi awal pemeliharaan anjing-anjing di rumahnya. Jumlahnya kemudian meningkat, menyaingi jumlah anjing peliharaan neneknya. Indi mewarisi sikap langsung neneknya dalam menghadapi anjing-anjing.
Dessy (goodreads)
ika tidak membuka Goodreads, saya tidak tahu bahwa buku ini adalah terbitan ulang karena ilustrasi pada cover yang dibuat oleh Emte. Saya pun membeli buku ini karena ilustrasi tersebut. Saya suka anjing dan sinopsis di sampul belakang cukup membuat penasaran.
Buku ini tidak menyebutkan tahun secara persis jadi saya kira bersetting seputar tahun 90an tapi ternyata buku ini diterbitkan pertama kali th 1987, berarti ceritanya justru sekitar tahun itu.
Sebagai pembaca yang besar di era yang berbeda, bahasa yang digunakan masih dapat dimengerti, walau terjadi beberapa culture gap, seperti orang pada masa itu belum lazim menggunakan lift. Dan yang paling berkesan adalah “Kacing Calang” yang disebutkan berkali-kali tanpa penjelasan artinya.
Ini bukan spoiler, hanya sekedar informasi siapa tahu Anda tidak sempat menelusuri sendiri, Kacingcalang artinya “telur busuk” 😀
