
Chinese kamp saat hujan di Batavia. Foto diterbitkan sekitar tahun 1910
sumber: Merrina Listiandari, Bandungbergerak.id
Tak cukup dengan wijkenstelsel, kompeni mensyaratkan imigran Tionghoa menggunakan “passport” lokal. Beragam aturan tak menyurutkan komunitas etnis ini membesar.
Khawatir akan berulangnya pemberontakan imigran Tionghoa, VOC membuat sebuah sistem pembatasan yang disebut sebagai Wijkenstelsel; sebuah aturan ketat yang memaksa para imigran Tionghoa tinggal terpisah dari etnis lainnya. Sentralisasi permukiman yang saat itu disebut sebagai Chineesche kamp menjadi cikal bakal pecinan atau pecinaan, yang merupakan kampung-kampung khusus etnis Tionghoa di Nusantara, hingga kini.
VOC memang pantas resah. Pemberontakan yang berawal dari Batavia merembet ke kota-kota lain di sepanjang pesisir Pulau Jawa. Perlawanan dari imigran Tionghoa terus berkobar, terutama setelah kelompok-kelompok mereka bersatu dan mulai bersekutu dengan para pemuka Jawa untuk bersama-sama melawan bangsa kompeni. Wijkenstelsel yang terus diperbaiki rupanya tidak cukup membatasi para imigran untuk terus bergerak.
Pemberlakuan Passenstelsel
Continue reading