
Oleh Raisa Zulqaisar (tatlerasia.com)
Mungkin terdengar seperti pertanyaan biasa—“Apakah kamu sudah makan?”—namun di banyak rumah tangga di Asia, ini adalah cara untuk mengungkapkan rasa cinta.
Di balik dua kata sederhana itu terdapat tradisi yang mengakar dalam mengekspresikan kepedulian, tradisi yang melampaui generasi. “Dah makan?” bukan sekadar basa-basi atau kebiasaan sopan—melainkan singkatan budaya untuk kasih sayang, perhatian, dan cinta kekeluargaan.
Di rumah-rumah, frasa ini seringkali menggantikan ungkapan emosi langsung. Begitulah cara kakek-nenek menyambut Anda di pintu depan, bagaimana orang tua menunjukkan perhatian ketika kata-kata tak mampu diungkapkan, dan bagaimana saudara kandung dan teman-teman diam-diam bertanya apakah Anda baik-baik saja. Ada kehangatan tersendiri dalam pertanyaan yang begitu sederhana, yang dengan mudah masuk ke dalam percakapan—namun maknanya tetap abadi.
Dari semangkuk mi hangat di hari hujan hingga sepiring hidangan favorit yang tersaji di meja, pesannya selalu sama: kamu berarti bagiku. Dan terkadang, “Dah makan?” adalah satu-satunya cara kita tahu untuk mengungkapkannya.
Bahasa yang sama lintas batas
Continue reading